GREENBERITA.com- Pemilu dan Pilkada merupakan salah satu pesta rakyat yang paling ditunggu – tunggu oleh Masyarakat Indonesia.
Adapun yang menjadi alasan antusias masyarakat akan pesta rakyat ini karena pada saat itulah rakyat menggunakan Hak Konstitusional nya dengan memberikan suara kepada orang yang dipercaya untuk mengemban amanah mewakili suara rakyat.
Pada tahun 2024 menjadi salah satu tahun yang menarik karena pada tahun inilah kita rakyat Indonesia melaksanakan Pemilu sebanyak 2 (dua) kali dalam setahun.
Pemilu pertama dilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2024 yakni Pemilihan Presiden RI dan Wakil Presiden RI sekaligus Pemilihan Anggota Legislatif DPR.
Pesta demokrasi kedua yakni Pemilihan Kepala Daerah serentak yang diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 2 tentang Tahapan dan Jadwal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2024 yang akan dilaksanakan pada 27 November 2024.
Walaupun pesta demokrasi atau lebih kita kenal dengan Pemilu ini telah dilaksanakan beberapa kali, ternyata “musuh” dalam pelaksanaan kegiatan Pemilu yang dinilai bersih ini tetap saja masih ada yakni salah satunya adalah Money Politik atau lebih kita kenal dengan Politik Uang atau sogokan atau serangan fajar kepada pemilih untuk mempengaruhi pilihannya.
Menurut Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Mabes Polri, tahun 2024 masih terdapat kasus Money Politik dalam pelanggaran penyelenggaran Pemilu walaupun menurun dari kasus yang ditangani pada Pemilu 2019.
“Terkait money politik, di tahun 2019 itu ada 100 perkara ditangani oleh Bareskrim dan jajaran, kemudian dibandingkan tahun 2024, ini juga menjadi tren paling tinggi, hanya sekitar 20 kasus yang saat ini dilaksanakan penyelidikan di jajaran kepolisian,” beber Dirtipidum, dikutip dari YouTube Kompas TV.
Larangan perbuatan Money Politic sendiri diatur dalam Hukum Positif yang berlaku di Indonesia, adapun dasar hukum anti money politik (politik uang) dalam Pemilu di Indonesia diatur dalam berbagai undang-undang dan peraturan terkait pemilihan umum.
Politik uang, yang merupakan tindakan memberikan atau menjanjikan sejumlah uang atau barang kepada pemilih agar memilih kandidat tertentu, dilarang keras karena melanggar prinsip demokrasi yang bersih, jujur, dan adil.
Berikut adalah beberapa dasar hukum yang mengatur larangan politik uang:
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum
Pasal 280 ayat (1) menyebutkan bahwa pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang melakukan perbuatan yang melanggar hukum, termasuk politik uang.
Tepatnya pada Pasal 523 ayat (1), (2), dan (3) secara spesifik menyebutkan bahwa tindakan memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi pemilih merupakan pelanggaran yang bisa dikenai sanksi pidana.
Ayat (1): Setiap orang yang dengan sengaja pada masa kampanye menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye secara langsung maupun tidak langsung, diancam pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000.
Lalu Ayat (2): Jika dilakukan pada hari tenang, ancaman pidana penjara maksimal 4 tahun dan denda paling banyak Rp48.000.000.
Ayat (3): Jika dilakukan pada saat pemungutan suara, ancaman pidana penjara maksimal 3 tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000.
Kemudian Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada
Pada Pasal 187A, diatur bahwa pasangan calon atau tim kampanye yang terbukti melakukan politik uang akan dikenakan sanksi pidana. Sanksinya berupa pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan, serta denda paling sedikit Rp.200 juta dan paling banyak Rp1 miliar. Pasal ini juga menyatakan bahwa jika pelanggaran dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif, pasangan calon dapat didiskualifikasi dari pencalonan.
Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Perbawaslu)
Perbawaslu Nomor 7 Tahun 2018 tentang Penanganan Temuan dan Laporan Pelanggaran Pemilihan Umum, serta Perbawaslu Nomor 31 Tahun 2018 tentang Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu), mengatur mekanisme penanganan dan penyelidikan terhadap kasus politik uang.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Tindakan politik uang dapat juga dikategorikan sebagai tindak pidana penyuapan menurut Pasal 149 KUHP, yang menyebutkan bahwa seseorang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada orang lain agar orang tersebut tidak menggunakan hak pilihnya atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu, dapat dihukum penjara.
Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU)
PKPU Nomor 23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilihan Umum, mengatur berbagai larangan selama kampanye termasuk larangan politik uang.
Sanksi atas Politik Uang
Sanksi atas praktik politik uang tidak hanya berupa sanksi pidana, tetapi juga dapat berupa sanksi administratif seperti pembatalan pencalonan, pembatalan hasil pemilu, atau sanksi lain sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Dari Data dan Informasi yang telah didapat oleh Penulis, maka ditarik kesimpulan kurangnya pemahaman masyarakat terkait dengan larangan praktik politik uang dan bahaya yang ditimbulkannya menjadi salah satu penyebab berkembangnya praktik politik uang di Indonesia.
Kebiasaan dan Budaya Money Politic yang masih hidup ditengah masyarakat menjadi momok bagi kita semua dalam pemberantasan politik uang atau money politic.
Adapun saran rekomendasi Solusi yang penulis dapat diberikan untuk menekan dan memerangi Money Politic yakni :
Penguatan Penegakan Hukum lebih lanjut oleh Gakkumdu ( Sentra Penegakan Hukum Terpadu ) dan Aparat Hukum dalam mengindentifikasi dan menindak kasus Money Politic.
Memberikan Pendidikan Politik kepada Masyarakat dengan cara sosialisasi bahaya politik uang, sosialisasi pemilu yang LUBER dan JURDIL (Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil)
Pengawasan Ketat dan Transparansi Dana Kampanye
Peningkatan Peran Bawaslu dan mendorong peningkatan partisipasi publik dalam mengawasi berjalannya kegiatan Pemilu.
( _Penulis adalah Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara dibawah bimbingan Dr. Utary Maharany Barus, SH M.Hum)_