Kepala Dinas Pertanian, Tiur Gultom |
GREENBERITA.com- Red devil atau ikan iblis merah mulai jadi keluhan masyarakat di Samosir. Ikan Predator ini menjadi spesies paling dibenci oleh Nelayan dan Pemancing di Danau Toba, Samosir, Sumatera Utara karena memangsa ikan lain termasuk ikan endemik masyarakat Batak.
Red devil merupakan ikan yang bisa berkembang biak dengan cepat, dan mudah beradaptasi dengan lingkungan.
Masyarakat Indonesia sendiri memiliki bermacam penyebutan pada ikan ini, di antaranya ikan Oscar, setan merah, louhan merah dan nonong.
Keberadaan ikan ini sangat mengganggu ikan lain seperti Nila, Mujair, Ikan Mas serta ikan Endemik lainnya di Danau Toba seperti Ihan Batak.
Beberapa penelitian bahkan menyamakan spesies air ini dengan ikan invasif lainnya seperti Arapaima dan Piranha.
"Red devil ini kan predator, jadi yang di tebar ini kan benih? sebanyak apapun ditebar misal 1000 ditebar ya yang jadi paling hanya 200," ungkap salah satu pria ber-marga Naibaho.
Terpisah, ketika di konfirmasi greenberita.com, Kamis (4/4/24) beberapa pemancing dan nelayan langsung berikan pendapat nya.
"Ikan asli Danau Toba jelas asli berkurang lah, karena ada ikan lohan atau red Devils itu kan bukan asli danau Toba. Bukan nya masih baru ini, ikan lohan sudah 5 tahun di Danau Toba. Sebisanya di telusuri itu siapa yang bibitkan red devil di danau ini, bahkan ikan pora-pora dan ihan Batak saja sudah sulit didapat di Danau Toba," kesal Br. Nadeak
Ikut menimpali, salah satu pemancing ber marga Simanjuntak menyuarakan pendapat yang sama.
"Kalau pakai lumut dia ikan mujair yang dapat, tapi ikan mujair dari keramba orang yang lepas maka nya bisa dapat. Enggak asli lagi dari Danau Toba. Tidak ada yang jadi bibit ikan yang di tabur di Danau Toba. Ukuran ikan red Devils sekarang bisa sampai 1/2 kg, tahun 2021 kan ada penelitian enggak bisa lagi di basmi ikan lohan ini, karena tidak ada yang bisa makan dia," imbuh Simanjuntak.
Sementara itu, seorang warga pelaku nelayan kolam darat Hotdon Naibaho mengungkap
agar pemerintah segera melakukan program penganggaran pembasmian ikan lohan ini.
"Dulu masih banyak ikan pora-pora sekarang sudah tidak ada lagi karena sudah di basmi sama ikan red Devils yang perkembangan nya cepat ini, dan sebenarnya pemerintah bisa melakukan penganggaran program bagaimana pola pemanfaatan ikan predator ini agar mempunyai nilai ekonomis sehingga para nelayan dapat berlomba menjaring ikan tersebut karena ada penampung untuk membeli ikan tersebut," ucap Hotdon Naibaho.
Menanggapi hal tersebut Kepala Dinas Pertanian, Tiur Gultom langsung membantah bahwa penaburan bibit ikan tidak efektif.
"Kemarin itukan kita menaburkan benih ikan itu bersama Provinsi. Kita membuat permohonan ke Provinsi, kita dapatkan 290.000 bibit ikan dan itu bibit ikan yang ukurannya sekitar 7-10cm sehingga sudah tahan dengan red devil," bantahnya.
Tambahan ia juga mengatakan bahwa belum bisa mengklaim red devil sebagai predator dan website mengenai red devil di google tidak dapat dipercaya sepenuhnya.
"Saya tidak bisa mengatakan bahwa itu adalah predator, mungkin tunggu kita buat penelitian nya karena kalau dari berita saya tidak bisa mempercayainya tapi kalau jurnal dari sebuah lembaga sepertinya bisa saya percaya kalau untuk pembasmian dari pemerintah, paling kita beli ikan red devil yang ditangkap nelayan dan membuat pupuk cair dari ikan red devil," ucap Tiur Gultom.
Dari pengakuan kepala Dinas Pertanian, Tiur Gultom, mengatakan belum tau pasti apa penyebab ikan endemik Danau Toba menurun. Ia juga mengakui bahwa belum ada APBD yang diturunkan dalam pembasmian predator di Danau Toba.
(Gb-ribka05/org)