Oleh Sarma Hutajulu |
Dinasti politik, Salah Siapa?
GREENBERITA.com- Banyak yang marah dan geretan dengan dansa dansa dan manuver politik yang dipertontonkan para elit politik dan tak terkecuali Presiden Jokowi. Jika kita lihat fenomena di seantero negeri, dari mulai tingkat pusat sampai ke daerah, para penguasa mempersiapkan dinasti politik dengan alasan keberlanjutan pembangunan.
Bukan hanya di ranah eksekutif, fenomena yang sama terjadi juga di pemilihan legislatif. Coba kita cek daftar caleg dari pusat sampai daerah, terlihat dengan jelas bagaimana politik dinasti begitu kental. Hampir semua partai politik berlomba mencalonkan para pejabat mulai dari bapak, ibu, anak, saudara, ipar bahkan kroni kroninya. Semua berlomba memberikan karpet merah, tak penting apa latar belakang dan tingkat ke kaderan mereka.
Pasca periode pertama berkuasa, Jokowi mulai membangun dinasti politik dengan memajukan anak dan menantunya menjadi kepala daerah. Hal tersebut bisa terjadi karena partai politik turut memfasilitasi syahwat politik itu dengan memberikan karpet merah kepada Gibran, Bobby dan terakhir kepada Kaesang.
Lantas kenapa kita sekarang marah-marah? Bukankah Jokowi melanggengkan dinasti politiknya karena adanya perselingkuhan ditingkat elit kekuasaan?
Kondisi politik saat ini harus menjadi kritik oto kritik kepada elit partai politik agar setia dan taat pada aturan main yang sudah dibuat sehingga proses demokrasi berjalan dengan baik. Jangan hanya memikirkan syahwat kekuasaan tanpa mempertimbangkan dampaknya karena proses tersebut jelas-jelas banyak melanggar dan mengabaikan aturan. Kesempatan kader-kader militan yang setia berjuang dan membesarkan partai dihilangkan hanya untuk memfasilitasi syahwat politik para politisi karbitan yang haus kuasa.
Fakta membuktikan, para kader karbitan itu jarang setia sama sumbernya bahkan pada saat tertentu menjadi lawan di lapangan. Mereka hanya setia pada nafsu berkuasa dan menambah harta kekayaannya dan kroni kroninya. Jika peristiwa ini tidak kita jadikan momentum untuk evaluasi dan refleksi maka peristiwa yang sama akan terus terjadi ke depan.
Saatnya semua bertobat, agar tak lagi para pemburu rente, agen langit dan raja olah terus menerus mendagangkan partai politik kepada para politisi karbitan. Mari kita melakukan taubat nasuha agar proses demokrasi berjalan baik dan semua anak bangsa mempunyai akses yang sama untuk jadi pemimpin dan mengurangi politik dinasti agat tak bertumbuh subur. Alasan melanjutkan estafet kepemimpinan hanya akal bulus karena blue print pembangunan dapat dilanjutkan semua orang bukan hanya keluarga penguasa.
Bagi yang baper dan para penjilat, silahkan manfaatkan status (tulisan, red) ini untuk mengadu domba dan mencari keuntungan. Masih itulah kelasmu cari makan, apa mau awak bilang !
(Penulis adalah seorang aktivis demokrasi serta advokat dan saat ini aktif sebagai pengurus sebuah partai politik)