Ket Foto: Hanan Hilal Badres didampingi penasehat hukumnya dari LBH Sinergi Cita Indonesia ketika menunjukkan bukti foto penganiayaan.
GREENBERITA.com – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan diminta agar fokus dan objektif dalam menangani kasus dugaan penganiayaan yang dilakukan mantan Ketua PAC Demokrat Medan Perjuangan, Nazmi Natsir Adnan dan Rinaldi Akbar Lubis terhadap korban Ellia.
Hal itu ditegaskan tim penasehat hukum korban dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Sinergi Cita Indonesia, M. Fajar Dalimunthe dan Husein Harahap kepada wartawan, Jumat (21/7/2023).
"Kita meminta kepada majelis hakim Pengadilan Negeri Medan yang menangani perkara atas nama terdakwa Nazmi Natsir Adnan dan terdakwa Rinaldi Akbar Lubis agar lebih fokus terhadap yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum yakni penganiayaan," tegasnya.
Sebab, menurutnya, dalam persidangan sebelumnya, majelis hakim yang diketuai Nelson Panjaitan dinilai tidak fokus mempertanyakan kepada saksi korban maupun kepada saksi lainnya.
"Berdasarkan keterangan klien kami yakni Hanan Hilal Badres, ketika dirinya sebagai saksi di persidangan, mengaku mendapatkan kekerasan verbal di Pengadilan. Padahal, Pengadilan itu tempat mencari keadilan," kata M. Fajar Dalimunthe.
Oleh karena itu, pihaknya akan melaporkan majelis hakim tersebut ke Komisi Yudisial dan meminta perlindungan hukum ke Mahkamah Agung, Menkopolhukam, dan Presiden Joko Widodo.
"Kita juga akan menyurati LPSK untuk meminta perlindungan terhadap saksi korban dan saksi lainnya ketika dimintai keterangannya di persidangan selanjutnya," tegasnya.
Selain itu, pihaknya berharap agar netizen jangan selalu berasumsi, karena keadilan itu berdasarkan putusan pengadilan.
"Mengenai hak asuh anak, di Pengadilan Agama, klien kami Hanan Hilal menang hak asuh anak sebagai ibu," katanya.
Nah, sambung Fajar, ketika ada upaya hukum selanjutnya, klien kami tidak mengetahuinya, contohnya putusan kasasi Mahkamah Agung, sampai saat ini klien kami tidak menerima putusan kasasi tersebut dan tidak mengetahuinya. Bahkan putusan itu diketahui ketika adanya penganiayaan tersebut.
"Upaya hukum terdakwa seharusnya bukan memaksa untuk mengambil anak tersebut. Apabila klien kami tidak mau memberikan anaknya kepada terdakwa karena adanya trauma, seharusnya melakukan upaya hukum, yakni eksekusi yang dilakukan oleh Pengadilan," katanya.
Maka, tegas Fajar, pihaknya meminta agar majelis hakim yang menyidangkan perkara tersebut agar dengan pokok perkara yakni penganiayaan.
"Kita tidak mempermasalahkan mengenai hak asuh anak, kita hanya mempermasalahkan perkara penganiayaan yang dilakukan terdakwa kepada korban, karena korban merupakan ibu dari mantan istrinya," sebut Fajar.
Oleh karena itu, dirinya meminta agar Pengadilan Negeri Medan memberikan keamanan dan kenyamanan kepada korban maupun saksi ketika mengikuti proses di persidangan.
"Kami meminta agar pengadilan dan majelis hakim agar bersikap objektif bukan subjektif, karena kami meminta keadilan, kami dari LBH Sinergi Cita Indonesia akan menegakkan keadilan meskipun langit akan runtuh," sebutnya.
Ditambahkan Husein Harahap, ketika di persidangan sebelumnya dengan agenda keterangan saksi korban dan para saksi lainnya, majelis hakim dinilai tidak fokus dalam pokok perkara.
"Sebab, majelis hakim terus mencecar klien kami sebagai saksi terkait persoalan hak asuh anak bukan fokus dengan pokok perkara penganiayaan. Seharusnya majelis hakim fokus dengan pokok perkara yang didakwakan jaksa yakni Pasal 170 ayat (1) ke-1 KUHPidana Subs Pasal 351 ayat (1) KUHPidana Jo Pasal 55 ayat (1) KUHPidana," pungkasnya.
Sementara itu, Hanan Hilal Badres selaku anak korban berharap agar majelis hakim yang menyidangkan perkara tersebut dapat bersikap adil.
"Sebab, ketika saya bersama ibu saya memberikan keterangan di persidangan, kami seperti diintervensi, kesaksian kami terkesan dipotong-potong, padahal kami saksi korban. Namun, ketika pihak terdakwa memberikan kesaksian malah didengarkan secara jelas. Saya bukan mau menuduh, tapi saya meminta jangan ada keberpihakan di persidangan," katanya.
Setelah persidangan, lanjut Hanan, dirinya dan ibunya merasa terancam, dimana pada saat keluar ruangan persidangan, pihak dari keluarga terdakwa melakukan kekerasan atau pelecehan verbal.
"Begitu kami keluar dari persidangan, kami disambut dengan pelecehan verbal dari pihak keluarga terdakwa, disitu kami merasa harga diri kami jatuh, rendah-serendahnya dan terjadilah cekcok. Oleh karena itu, kami meminta kepada Pengadilan Negeri Medan agar di persidangan berikutnya, lebih mengawasi dan memberikan rasa aman kepada pencari keadilan," pungkasnya.
(Gb--Raf)