Pdt Rein Justin Gultom, MA |
GREENBERITA.com- Ditemui usai pelayanannya ditengah jemaat pada Sabtu, 27 Mei 2023, Preases HKBP Distrik VII Samosir Pdt Rein Justin Gultom, STh, MA begitu semangat ketika diajak diskusi tentang diakonia atau pelayanan di tengah gereja.
Alumni Master International Diakonia Management Bethel Bielefeld Germany ini menyatakan pentingnya gereja menjadi pelayan sesungguhnya ditengah ganasnya terkaman iblis kepada para Domba Nya.
Kata Diakonia berasal dari kata Yunani berarti "pelayanan" yang diambil dari kata kerja diakonein (to serve) "melayani". Dalam Kamus dan concordance, yang ditemukan beberapa ahli seperti: Bullinger, Vine dan Beyer, kata "diakonia" ini sebenarnya mencakup pengertian luas, bukan hanya menyoal pelayanan spiritualitas dan pelayanan firman dan pengajaran semata, tetapi juga menyangkut perbuatan baik (kasih) yang bermanfaat bagi orang lain, pelayanan jasmani berupa pengelolaan bantuan makanan di meja (partamucon), seperti apa yang dilakukan Marta dan jemaat mula- mula (Lukas 10:40 dan Kisah Para Rasul 6:1).
Dikutip dari buku yang ditulis langsung pendeta Rein Justin Gultom yang berjudul "Ajakan Mengembangkan Diakonia Gereja", perkataan diakonia ini sangat sering muncul dalam Perjanjian Baru sebanyak 1248 kali. Namun kata "diakonia" ini memang mengandung makna yang kurang sedap di dengar telinga, karena tidak sedikitpun punya unsur kehormatan, malah sebaliknya memiliki unsur kehinaan (haleaon), di dunia Yunani saat itu, sebuah pekerjaan yang diarahkan kepada orang lain. adalah tugas seorang budak dan tidak terpandang saat itu. Itulah sebabnya ibu Yohanes dan Yakobus mengusulkan supaya meminta anak-anaknya kelak diperbolehkan disebelah kirinya dan kananNya (Mat.20-28).
Kata Diakonia yang cenderung kepada tugas pelayan pelayan wanita dan hamba- hamba, justru kata inilah yang digunakan sebagai pelayanan Diakonia Yesus dalam Perjanjian Baru. Hal ini membedakan pelayanan Yesus yang radikal, dan penuh pengorbanan, yang datang untuk melayani bukan untu dilayani, yang memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang.
Pelayanan (diakonia) sering juga disebut dengan pelayanan meja. Sejenak kita mengingat pelayan yang datang melayani kita di meja, coba kita perhatikan sikap pelayan itu, dia datang terbungkuk dan hormat, manis dan senyumannya yang menawan, dia datang dalam kerendahan hati, melayani kebutuhan dan keinginan kita, betapa senangnya dia kalau pada akhirnya kita puas dalam layanan yang disuguhkannya, Mestinya demikian dengan Pelayan dan pekerja diakonia. Yesus adalah kepala dari pelayanan Diakonia, dan setiap orang percaya mendapat bagian dalam tugas dan pekerjaan ini, inilah yang disebut dengan Imamat yang Rajani.
Diakonia Allah dan Landasan Theologis Diakonia
Menurut Pdt Rein Justin Gultom, Allah yang kita sembah ini Dia adalah Allah pembebas dan penyelamat yang penuh dengan belas kasihan. Dia tidak mau umatNya tersiksa di dalam penderitaan. Malah dia tetap menuntun di perjalanan menuju Kanaan, perjalanan selama 40 tahun, bukan tidak punya tantangan, tetapi Allah menuntun, memberikan apa yang menjadi kebutuhan umatNya, Disaat mereka kelaparan dan kekurangan air, Allah menyediakannya, disaat hidup mereka tersiksa dalam penindasan. Allah menyelamatkan mereka dari laut Teberau, mereka terancam tulah, Allah memberikan hidup, Allah menebus dengan darahNya yang kudus. Tora dan Suara prophetis nabi- nabi Allah, Amos, Hosea, Yesaya, dan peraturan tahun Yobel (Imamat 25), juga bertujuan ingin membela dan menyelamatkan para umat Allah yang sengsara, miskin dan tidak berdaya, semuanya mesti mendapat hak hidup dalam lindungan Allah.
Pusat pelayanan diakonia dalam Perjanjian Baru didasari pada perbuatan, Yesus Kristus dalam kata dan perbuatanNya (Matius 22). Inkarnasi Allah di dalam Yesus Kristus tegas di dalam makna kelahiran (Yohanes 3: 16) kematian dan kebangkitannya. Allah datang untuk menebus setiap orang yang percaya kepadaNya. Tidak hanya manusia tentunya segala ciptaan Allah harus mendapat penyelamatan. Allah mau supaya manusia berbelas kasih dan murah hati sama seperti Bapa di sorga (Luk 6:36).
Hukum kasih, yang mengandung Segitiga Cinta yaitu Cinta kepada Allah, Cinta kepada sesama dan cinta kepada diri sendiri (Imamat 19:34:), engkau harus mengasihi sesamamu sama seperti dirimu sendiri.
Ayat ini paralel dengan apa yang disebut dengan "HUKUM KASIH", (UI 64-9) Kasihilah Tuhan Allahmu, Kasihi Lah Sesamamu, Kasihi Lah Dirimu (Mat 22).
Dalam Perjanjian Baru, kita membaca perbuatan orang Samaria yang murah hati (Luk 10), orang Samaria, walau berbeda Ras, Suku dan Agama, dibanding dengan para kaum rohani, tetapi dia tergerak oleh belas kasihan "peduli ansich", tidak hanya peduli, dan melihat, tetapi mendekati dan mengangkat korban, menaikkannya ke keledai dan membawanya berobat, pertolongan ini tidak sampai pada pengobatan, tetapi sampai di sana cerita ini terputus kenapa? Karena Samaria melapor kepada orang-orang berkompeten, yang bertanggung jawab supaya persoalan seperti ini tidak terjadi, orang Samaria pintar merangkul semua stakeholder, mempercepat pelayanan.
Dalam Markus 10:45, Kita mengingat orang buta di Yericho yang datang ke hadapan Yesus minta penyembuhan, tetapi muridNya tidak merespons malah menghardiknya untuk pergi, tetapi bagaimana kepedulian Yesus saat itu?
Yesus tergerak oleh belas kasihan, Dia mendengar, dan mendekati serta menyembuhkan penyakitnya. Namun Yesus juga berpikir agar yang ditolongnya tidak ketergantungan akan bantuan ansich, untuk itu Dia menciptakan ketergantungan, maka Yesus juga mengambil model pemberdayaan, Dia memberdayakan dan mendorong seseorang mampu melayani dirinya. Dia tau bahwa pelayanan karikatif indah pada waktunya, tetapi pelayanan itu harus disesuaikan dengan konteksnya. RBA (Right of Advocacy), pemberdayaan dan penguatan serta pembelaan hak seseorang teramat penting agar dia mampu keluar dari persoalannya sendiri.
Dalam cerita yang hampir sama, Yesus juga memberi makan 5000 orang di bukit. Yesus datang dan memberikan mereka makan dengan apa yang ada pada mereka, 5 roti dan 2 ikan adalah modal mereka yang dikembangkan oleh dan berlimpah. Dalam beberapa teks di atas, sekali lagi Ketergerakan hati Yesus oleh belas kasihan, tidak hanya peduli tetapi berbuat dalam aksi dan tindakan kongkrit. Dia adalah Allah, penyelamat, penolong dan sungguh mengasihi pengikut yang setia dan percaya kepadaNya.
Dalam tindakan tindakan gereja mula-mula dalam sejarah Gereja Alkitab, kita boleh baca bahwa Paulus juga mengatur pelayanan kepada janda-janda miskin, sedekah di Antiokia yang dikumpulkan dan diorganisir dan mulai mengatur kerja warga untuk turut melayani mereka. Jemaat mula-mula saat kedatangan Roh Kudus dalam Kisah 2:41-47 dan 4; kita boleh membaca bagaimana jemaat mula-mula berbagi hidup satu dengan yang lain, sehingga semua serba cukup, mereka hidup dalam persekutuan (koinonia), dan bersaksi (marturia). Bersekutu (koinonia) dan bermarturia yang berdiakonia. Mereka saling mencukupkan dan harta mereka dianggap menjadi harta bersama, perbuatan dan tindakan seperti inilah yang berakibat banyaknya orang dibaptis dan menjadi pengikut Tuhan, luar biasa. Tentu banyak lagi landasan dan dasar Alkitabiah yang terdapat dalam kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, untuk ini kita ambil hanya beberapa perwakilan.
Beberapa model dan metode pelayanan Diakonia
Pendekatan pelayanan-pelayanan Diakonia disesuaikan dengan konteks setempat. Pada dasarnya ada beberapa pendekatan yang digunakan dalam pelayanan diakonia, seperti diakonia karikatif, diakonia, reformatif dan diakonia Transformatif, diakonia Advokasi dan prophetic (suara kenabian). Berikut jenis mode pendekatan dan penjelasannya.
Diakonia Karikatif
Model pendekatan karikatif dalam berdiakonia adalah model pelayanan tertua dalam sejarah Gereja. Model ini mengacu kepada sabda Tuhan kita Yesus Kristus, sebagaimana dalam Mateus 25:35-41, memberikan makan yang lapar, memberikan minum yang haus, memberikan tumpangan kepada orang asing, memberikan pakaian kepada yang telanjang, melawat orang sakit, mengunjungi orang dipenjara.
Pelayanan karikatif ini memang berpengaruh cepat, tapi paling tepat pada situasi darurat yang amat mendesak. Pelayanan model seperti ini, bagaikan "memberikan ikan" kepada yang membutuhkan. Pelayanan ini memang mempunyai kelemahan, di suatu saat yang dilayani boleh mempunyai sifat ketergantungan kepada si pemberi, selalu berharap bantuan setiap saat akan malas berkarya dan berusaha. Kalau mau jujur, masih banyak kenyataan seperti ini kita temukan dalam praktek hidup sehari-hari, lihat dalam Bantuan Langsung Tunai sekalipun (BLT), banyak memicu orang untuk serba ketergantungan dan malas bekerja, berlagak miskin dan merasa diri miskin walau tidak miskin, yang penting dapat bantuan. Dari laporan yang ada, ternyata banyak juga peminta-minta, berusaha dikasihani, tetapai kalau dicek kebenarannya mereka punya harta yang tidak sedikit.
Diakonia Reformatif
Selain dari Diakonia Karikatif, juga kita mengenal model Diakonia Reformatif, model ini sedikit menjawab kelemahan model Karikatif, melayani seseorang dengan mereform cara pertama, atau memberikan fasilitas alat kepada seseorang yang dilayani sehingga dengan alat tersebut dia dapat memperjuangkan hidupnya, misalnya memberikan "pancing" bagi seseorang, berharap pemberian itu dia dapat mencari ikan untuk keperluan hidupnya. Sistem seperti ini tahun 1960 di Amerika Serikat muncul "ideologi Pembangunan" (Community Development), model ini walau berbeda dengan model Karikatif, tetapi sedikit masih memiliki kelemahan, pemberdayaan analisis sosial, kultural, masih belum diberikan. Boleh saja memberikan pancing, tetapi kalau ikan tidak ada, bagaimana jadinya, tidakkah lebih berarti memberdayakan yang kita layani, sehingga mampu membuat pancing sendiri, dan memberdayakan mereka sehingga mampu menganalisis tempat dimana ikan yang paling banyak dan berkualitas?
Diakonia Transformatif dan Pemberdayaan
Model ini sering disebut model Pengorganisasian Komunitas (Community Organization), pelayanan yang menginginkan kemandirian yang dilayani. Model ini memberdayakan dan mendidik orang supaya mandiri, tidak lagi hanya tergantung kepada sipemberi dan bantuan "ikan" dan tidak lagi tergantung kepada pendampingan atau "pancing", kalau bantuan tetap diberi. maka mental ketergantungan kepada sipemberi selalu ada.
Untuk itu pelayanan dalam bentuk pemberdayaan, untuk medorong kemampuan berdikari (berdiri di atas kaki sendiri), untuk bangkit dari persoalan dan menentukan nasibnya sendiri. Tuhan sudah memberi kuasa bagi setiap orang supaya berdaya, malah Dia memberi Rupa (Imago Dei: Kej 1:27: Roma 8:29) bagi manusia (bd. Pemberian Talenta dalam Mat 25:19-27; 1 Kor 12), diakonia pemberdayaan merangsang orang supaya mampu membangkitkan talentanya masing-masing secara mandiri. Model ini berasal dari Amerika Latin untuk memberantas kemiskinan yang cukup parah.
Diakonia Prophetic dan Advokasi
Dalam perjanjian Lama kita mengetahui bahwa Allah mengangkat nabi-nabi sebagai pelayanNya pada zamannya. Kalau kita memahami, nabi sungguh kritis pada zaman dan masanya, mengkritik kekuasaan supaya bertindak adil dan bijaksana, misalnya Nabi Amos, Hosea, Yesaya, Yeremia. Para Nabi sebagai perpanjangan tangan Allah memiliki nilai keberanian untuk mengadvokasi mendampingi umat Allah dan mengkritisi kebijakan Raja pada masanya yang tidak berpihak pada rakyatnya, dan malah menyalah gunakan kekuasaan demi kepentingannya: "celakalah raja"(Amos 5). Dalam Perjanjian Baru misalnya Yohanes yang mengkritisi penguasa- penguasa dengan lantang dan berani tanpa takut "Jangan merampas dan jangan memeras, dan cukupkanlah dirimu dengan gajimu (Lukas 3:14); dan tentu banyak lagi bentuk pelayanan advokasi dan suara prophetic (suara kenabian) yang kita temukan dalam berita Alkitab.
(Dikutip dari buku 'Ajakan Mengembangkan Diakonia Gereja, Untuk Memaksimalkan Pelayanan, karya Pdt Rein Justin Gultom STh, MA)