Aktivis Lingkungan Danau Toba Sumatera Utara Delima Silalahi (46) terima Penghargaan Internasional Goldman Enviromental Prize 2023 di San Fransisco |
GREENBERITA.com- Aktivis Lingkungan Danau Toba Sumatera Utara Delima Silalahi (46) meraih Penghargaan Internasional Goldman Enviromental Prize 2023.
Penyerahan Anugerah diserahkan dalam seremoni langsung di Opera House San Francisco pada 24 April, pukul 05:30 PM PDT atau 25 April, pukul 07.30 WIB.
Ini merupakan seremoni langsung (tatap muka) pertama sejak 2019. Seremoni ini akan dipandu oleh pendiri Outdoor Afro, Rue Mapp, beserta musisi tamu Aloe Blacc. Acara ini juga disiarkan langsung di kanal YouTube Goldman Environmental Prize.
Seremoni kedua juga akan diselenggarakan di Eisenhower Theater yang berlokasi di John F. Kennedy Center for the Performing Arts, Washington, DC, pada 26 April 2023, pukul 7:00 PM EDT. Seremoni ini akan dipandu oleh jurnalis pemenang Anugerah Pulitzer, dengan sambutan khusus oleh Nancy Pelosi, Mantan Ketua DPR AS.
Delima Silalahi merupakan Direktur Eksekutif Kelompok Studi dan Penghargaan Masyarakat (KSPPM) yakni organisasi non-pemerintah yang berdedikasi untuk perlindungan hutan adat di Kawasan Danau Toba, Sumatera Utara.
Alumni pasca sarjana UGM ini juga satu -satunya aktivis lingkungan dari Indonesia yang menerima penghargaan ini dari 6 negara yaitu dari negara Zambia, Indonesia, Turki, Finlandia, Brasil, dan Amerika Serikat.
Anugerah Lingkungan Goldman ini diberikan setiap tahunnya kepada pahlawan lingkungan dari enam benua bumi yang dihuni manusia, yang memberikan penghargaan atas pencapaian dan kepemimpinan aktivis lingkungan akar rumput di seluruh dunia serta memberikan inspirasi kepada manusia untuk beraksi demi melindungi Bumi.
Pada bulan Februari 2022, berkat kampanye khusus yang dilakukan Delima Silalahi bersama komunitas masyarakat adat di Tano Batak, pemerintah akhirnya memberikan hak pengelolaan sah atas 7.213 ha hutan adat kepada enam kelompok masyarakat Tano Batak.
“Saya sangat gembira walaupun saya sadar bahwa ini bukanlah perjuangan saya sendiri. Ini adalah kemenangan buat gerakan Masyarakat Adat di Indonesia. Perjuangan hak atas tanah, hak atas identitas kita itu tidak turun dari langit. Itu diperjuangkan. Kita tidak sedang melanggar hukum. Ada konstitusi yang menjamin perjuangan kita. Negara tidak akan memberikannya begitu saja kepada kita,” kata Delima.
Dijelaskan Delima, ada enam komunitas masyarakat adat yang mendapatkan pengakuan tersebut berkomitmen melestarikan hutan adatnya. Enam kelompok masyarakat adat ini memiliki program pemulihan kawasan hutan adat mereka dengan mulai menanam kembali spesies hutan asli, termasuk pohon kemenyan. "Di antaranya, komunitas masyarakat adat Pandumaan Sipituhuta, Nagasaribu Onan Harbangan, Bius Huta Ginjang, Janji Maria, Simenak-menak dan Tornauli Aek Godang Adiankoting," terangnya.
Dalam pendampingan nya, Delima dan KSPPM mendukung masyarakat untuk menanam kembali dan merestorasi ekosistem, sekaligus meningkatkan tutupan pohon hutan dan ketahanan iklim alami. Meski dihadapkan dengan industri paling berkuasa di Sumatera Utara, Delima dan komunitas masyarakat adat berhasil mendapatkan hak pengelolaan sah atas hutan adat masyarakat. Ini kemenangan bagi ketahanan iklim, keanekaragaman hayati, dan hak Masyarakat Adat.
Selain Delima, beberapa tokoh dari Indonesia pernah mendapat penghargaan ini, yakni Loir Botor Dingit (1997),Yosepha Alomang (2001), Yuyun Ismawati (2009), Prigi Arisandi (2011), Aleta Baun (2013), dan Rudi Putra (2014).
Delima Silalahi ketika memimpin aksi Hutan Adat di masyarakat akar ramput |
Goldman Environmental Prize dirintis di San Francisco pada tahun 1989 oleh pemuka masyarakat dan filantropis Richard dan Rhoda Goldman. Selama 34 tahun, yayasan ini telah menorehkan dampak yang teramat besar pada planet ini. Hingga kini, Goldman Environmental Prize telah memberi penghargaan kepada 219 pemenang, termasuk 98 perempuan di 95 negara. Sebagian besar pemenang ini kemudian menempati posisi pejabat pemerintah, kepala negara, pemimpin NGO, dan penerima Nobel.
“Kini, ketika dunia menyadari krisis lingkungan akut, seperti perubahan iklim, ekstraksi bahan bakar fosil, dan pencemaran udara dan air, kita makin sadar akan hubungan kita satu sama lain dan terhadap semua kehidupan di planet,” ujar John Goldman, Presiden Goldman Environmental Foundation.
“Aktivis akar rumput di Malawi yang tengah melawan pencemaran plastik di negaranya, terhubung dengan kita, begitu pun sebaliknya. Ia mengajari cara melakukannya di tempat tinggal kita. Pekerjaan ini, dan kehidupan kita, semuanya saling terkait," ujar John Goldman.
(Gb-Ferndt01/reel)