GREENBERITA.com- Seorang guru swasta bernama Luhut Situngkir (58) mengaku telah melaporkan seseorang tokoh pemuda berinisial PS kepada Polres Samosir pada 2021 yang lalu.
Dari penuturan Luhut Situngkir penduduk Desa Situngkir, Kecamatan Pangururan pada Program "Greenberita Mendengar" pada Jumat, 10 Maret 2023 menyatakan Luhut Situngkir melaporkan PS karena diduga melakukan pemalsuan tandatangan atas timbulnya sertifikat hak milik dari BPN Samosir.
"Padahal tidak pernah saya ada melakukan tandatangan pada sertifikat tanah bahkan saya pun tidak pernah mengajukan permohonan kepada BPN Samosir," ujar Luhut Situngkir.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Samosir AKP Natar Sibarani SH menyatakan telah melakukan penyidikan lebih lanjut dan melakukan pemeriksaan kepada para saksi ahli.
"Saksi ahli mengatakan bahwa mens area (kriteria yang harus ada dalam tindak pidana) belum memenuhi unsur, karena sertifikat atas nama korban masih ada di kantor BPN dan belum di salah gunakan," jelas AKP Natar Sibarani.
Sebelumnya diberitakan media ini, Kasus pemalsuan tanda tangan telah dilaporkan oleh seorang guru bernama Luhut Situngkir (58 tahun) pada pada 15 Desember 2021 lalu, namun kasus tanda tangan palsu yang dilaporkan ke Polres Samosir tidak kunjung dilimpahkan ke pihak Kejaksaan.
Kasus pemalsuan tanda tangan ini dilaporkan Luhut Situngkir yang mengaku sebagai korban dan telah dirugikan oleh terlapor berinsial PS karena tanda tangannya dipalsukan oleh PS dalam pembuatan sertifikat tanah dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Samosir.
Hal tersebut disampaikan oleh Luhut Situngkir didampingi Wakil Direktur LBH Aliansi Jurnalis Warga Indonesia (AJWI) Sumatra Utara, Arlius Zebua, S.H, M.H didampingi Agus Buololo, S.H, M.H dan Frans Zul M Sianturi, S.E, S.H, Senin (23/1/2023) malam di Mapolres Samosir.
"Saya sudah lelah bapak, setahun lebih perkara ini tidak selesai, saya selalu datang ke kantor polisi memenuhi panggilan, menyerahkan berkas pendukung, namun sampai sekarang tersangka tetap berkeliaran, saya sudah tidak mengerti hukum di negara ini, saya capek bapak," kata Luhut.
Menurutnya, berdasarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) yang ditandatangani oleh Kasat Reskrim Polres Samosir, AKP Natar Sibarani pada 3 Desember 2022 lalu, pemeriksaan tujuh orang saksi sudah dilakukan, berikut membuktikan tanda tangan diduga palsu melalui hasil Laboratorium Forensik juga sudah dilakukan oleh kepolisian dan hasilnya tanda tangan pelapor diduga palsu.
"Sungguh mengherankan, menurut kami dua alat bukti sudah terpenuhi, namun terlapor masih saja berkeliaran, satu tahun pemalsuan tanda tangan sampai saat ini tidak kunjung terungkap di Polres Samosir, ada apa ini," ujar Wakil Direktur LBH Aliansi Jurnalis Warga Indonesia (AJWI) Sumatra Utara, Arlius Zebua, S.H, MH pada Senin (23/1/2023) malam di Mapolres Samosir.
Karenanya, AJWI Sumatra Utara akan melayangkan surat resmi ke Bidang Propam Polda Sumatra Utara dan meminta Bid Propam Polda Sumatra Utara melakukan gelar perkara dengan memeriksa pihak yang menangani perkara pemalsuan tanda tangan ini dan juga melibatkan peran media untuk mengungkap kasus ini.
Menyikapi hal tersebut, Kapolres Samosir melalui Kasat Reskrim AKP Natar Sibarani, SH membenarkan adanya laporan dugaan pemalsuan tandatangan oleh pelapor Luhut Situngkir oleh terlapor PS.
"Benar ada laporan tersebut dan itu akan naik sidik, tinggal hanya melakukan pemeriksaan ahli karena itu adalah pemalsuan tandatangan, baru setelah itu nanti ya sudah naik sidik," ujar AKP Natar Sibarani.
Menurutnya, sebuah hasil dari laboratorium forensik harus mempunyai dokumen tandatangan pembanding 5 tahun setelah kejadian dan 5 tahun sebelumnya.
"Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan harus ada pembanding antara setelah kejadian tersebut dan 5 tahun sebelumnya, itu nanti yang akan diambil laboratorium forensik untuk pembanding tandatangan tersebut, dan saat ini kita juga telah memeriksa saksi-saksi lebih dari 7 orang," jelas Natar Sibarani.
Terkait adanya unsur pidana atau tidak yang pada pemalsuan tandatangan tersebut, AKP Natar Sibarani menjawab diplomatis.
"Pemalsuan tandatangan itu terjadi pada saat penerbitan sertifikat tanah yang dikeluarkan BPN, dan saat ini sertifikat tersebut masih ada ditangan BPN dan belum digunakan, sehingga belum terpenuhi unsur tindak pidananya," jelasnya.
Penetapan sebuah tindak pidana pasal 263 tentang pemalsuan harus memenuhi 2 alat bukti yang ada sesuai dengan pasal 184 KUHP.
"Dalam hal ini sertifikat yang telah diterbitkan BPN tersebut dengan tandatangan yang dipalsukan ternyata belum digunakan dan masih ditangan BPN sehingga belum ada yang dirugikan, kecuali ada hasil yang didapat dan menguntungkan pemalsu tandatangan tersebut, sehingga kami belum mendapatkan 2 alat bukti yang sah," tambahnya.
Ketika dilakukan pemeriksaan kepada terlapor PS, mengaku tidak ada melakukan pemalsuan tandatangan dari pada pelapor.
"Bahkan disebutkan terlapor bahwa pelapor sendiri yang menandatangani surat-surat yang menjadi dasar acuan penerbitan sertifikat tersebut," pungkas Natan Sibarani.
Terkait adanya rencana pelapor melakukan pelaporan ke Bidang Propam Polda Sumut, dirinya mempersilahkan karena itu adalah hak masyarakat.
"Mohon lah bersabar, kita sudah sesuai prosedur, namun perlu diketahui, bila kita dilaporkan maka proses penyelidikan ini akan semakin lama karena ketika kami dipanggil propam maka kami harus ke Medan untuk menjalani pemeriksaan sampai selesai pemeriksaan, sehingga hal ini akan semakin lama tentunya," pungkasnya.
Bagaimana pernyataan lengkap Luhut Situngkir serta pernyataan dari Kasat Reskrim Polres Samosir, simak pada tayangan YouTube GreenberitaTv Channel berikut ini,
(GB-FERNDT01)