GREENBERITA.com- Sejumlah masyarakat melakukan aksi penolakan RKUHP yang rencananya akan disahkan DPR RI pada 15 Desember 2022 mendatang. Aksi yang digelar saat CFD di kawasan Bundaran HI, Jakarta Pusat, ini dibubarkan oleh petugas kepolisian.
Pantauan detikcom di lokasi, Minggu (27/11/2022), terlihat sejumlah aparat kepolisian membubarkan aksi ini. Pihak kepolisian menarik paksa spanduk-spanduk bertuliskan ragam protes terhadap RKUHP seperti 'RKUHP: Korban Perkosaan Dikriminalisasi, Impunitas Langgeng.' dan 'RKUHP: di Persidangan Hakim = Dewa' yang dibentangkan oleh massa.
Sempat terjadi ketegangan antara massa aksi dan petugas. Salah satu massa bahkan meminta agar tidak dibubarkan seperti yang dilansir dari detiknews.
"Pak, kan bisa dibicarakan dengan baik," ucap salah satu massa.
Setelah itu, sejumlah warga yang berada di kawasan CFD HI juga ikut menyoraki petugas yang menarik paksa spanduk tersebut. Salah satu warga yang berpakaian olahraga juga turut meneriaki petugas.
Kemudian, massa lainnya ada yang meneriaki petugas dengan menyinggung eks Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo. Ketegangan ini berlangsung selama kurang lebih 10 menit. Salah satu petugas kepolisian lalu menyebut CFD hanya untuk olahraga.
"Olahraga ini, olahraga," ucap salah satu polisi.
"Bapak nggak ada hak untuk merampas," jawab salah satu massa aksi lainnya.
Tak hanya itu, salah satu petugas terlihat hendak merampas kamera salah satu massa. Namun demikian, hal itu tidak terjadi dan massa selanjutnya kembali berjalan dengan membawa spanduknya.
"Tolak, tolak RKUHP, tolak RKUHP sekarang juga," teriak massa bebarengan.
Di antaranya bertuliskan, 'RKUHP: Korban Perkosaan Dikriminalisasi, Impunitas Langgeng.' Kemudian, ada lagi soal, 'RKUHP: di Persidangan Hakim = Dewa'.
Selain itu, terlihat beberapa dari mereka mengenakan kostum loreng. Mereka juga melakukan penolakan keras terhadap RKUHP.
Salah satu massa aksi, Ravina, menyebut bahwa RKUHP ini bermasalah. Dia menilai RKUHP terkesan disahkan secara buru-buru padahal masih banyak pasal yang bermasalah.
"Jadi kami semua masyarakat mendesak ini dan melakukan penolakan apabila hal itu mengancam kebebasan berekspresi masyarakat," jelas Ravina.
"Juga banyak pasal bermasalah sehingga kita harus berbicara, kita harus membuka ruang diskusi kembali supaya rkuhp digodok dengan benar tidak buru-buru untuk disahkan," sambungnya.
(Gb-Alex003)