GREENBERITA.com- Seorang rekan mengirim foto sebuah media berjudul, “Kejari Samosir Naikkan Status Dugaan Korupsi Rekonstruksi Jalan Pangaseang-Sitamiang Senilai Rp. 6,1 Miliar ke Tahap Penyidikan”, pada tanggal 20 Oktober 2022 lalu.
Beberapa rekan sering mengirim berita hukum yang dimuat media cetak maupun on-line yang menarik perhatian publik. Kiriman atau postingan berita-berita tersebut tanpa ada pengantar komentar. Walaupun saya minta keterangan tambahan, tidak pernah ada, saya maklum aja, sebab yang bersangkutan sibuk di lingkungan Peradilan Sumatera Utara di Medan.
Rekan ini tahu bahwa saya tertarik dengan berita-berita hukum dan HAM dan saya pernah menangani beberapa kasus korupsi di PN Medan, mulai dari Dana BOS sampai puluhan miliaran rupiah.
Kami sama-sama kelahiran Samosir dan menaruh perhatian bagaimana agar Samosir cepat maju dan rakyatnya makmur seperti daerah lain.
Membaca berita yang dikirim rekan di atas, timbul pertanyaan di benak saya, siapa tersangkanya?
Apa ini gertak sambal?” seperti kata orang Medan.
Lalu terkenang almarhum Hakim Agung Bismar Siregar SH, di masa muda saya, beliau adalah hakim sumber berita bagi wartawan di Jakarta dan sering omongannya membuat kuping pemerintah dan pimpinan Mahkamah Agung merah, seperti KUHP yang diplesetkan menjadi “kasih uang habis perkara” dan plesetan hukum lainnya.
Artinya bahwa dalam penegakan hukum itu sering diduga ada permainan tidak selalu oleh hakim, jaksa, polisi dan pengacara, tetapi sering juga karena kekuatan uang dan jabatan/kekuasaan.
Seperti yang bisa kita saksikan saat ini di youtube, bagaimana Menkopolhukam Prof. Dr. Mahfud MD menyoroti era sekarang ini betapa mengkhawatirkannya mafia hukum tidak lagi hanya mafia peradilan dan telah menahun.
Kembali ke kampung halaman Kabupaten Samosir nauli, terkait kasus dugaan korupsi rekontruksi jalan Pangasean menuju Sitamiang, saat ini terbersit di otak saya, “mengapa Kejaksaan Negeri Samosir tidak langsung mengungkapkan Tersangkanya?”
Mudah-mudahan itu hanya masalah teknis hukum saja, misalnya karena pihak kejaksaan belum memiliki jumlah Kerugian Negara atau lainnya.
Lalu, mengapa langsung diumumkan, apakah itu tidak memberi peluang bagi “terduga pelaku” untuk menghilangkan barang bukti?, dan sebagainya?
Atau apakah itu bagian dari “SOP” Kejaksaan?
Menurut hemat saya sebagai orang awam, aparat penegak hukum idealnya usai mengumumkan adanya dugaan tindak pidana korupsi sudah harus jelas tersangka dan jumlah kerugian negara.
Namun ternyata, penyidikan yang belum diumukan Tersangka dan Kerugian Negara di atas sepertinya berbuntut panjang.
Pada postingan Green Berita hari ini Rabu, 9 November 2022 dengan judul “Sekda Akui Pengunduran Diri Kadis PUTR Samosir, Benarkah Ada Tekanan terkait Proyek?” kembali berkaitan dengan Dinas PUTR Samosir, dan ini menjadi pengunduran kedua yang sebelumnya dimulai oleh Plt Kadis PUTR Samosir, Hartono.
Pj Sekda Samosir Waston Simbolon pun mengakui adanya pengunduran diri Kadis PUTR Roijan Pasaribu dan bahkan Bupati Vandiko Gultom telah menunjuk Plt Rudimanto Limbong.
Yang menarik, alasan pengunduran diri tersebut adalah “karena sakit” walaupun tanpa record dokter, artinya tidak ada surat keterangan dokter sakit apa dan bagaimana.
Ketika wartawan menanyakan kepada Pj Sekda apakah alasan pengunduran diri itu karena adanya tekanan dari pihak-pihak tertentu atas sejumlah proyek di lingkungan PUTR, pasti tidak dijawab, karena tidak mungkin disebutkan seperti itu.
Menjadi pertanyaan, mengapa mengundurkan diri saudara Viktor Roijan Pasaribu yang baru dilantik Jumat 14 Oktober 2022 tersebut, belum satu bulan loh?
Tidak jelas pula apakah pengunduran diri Viktor sudah disetujui atau belum, mungkin masalah administratif saja.
Semogalah ini yang pertama dan terakhir, pejabat yang baru dilantik belum satu bulan mengundurkan diri.
Apa ada tekanan dari pihak-pihak tertentu karena pekerjaan-pekerjaan yang bersangkutan terdahulu, tidak dapat dipercaya begitu saja, tetapi apapun itu pasti karena hal-hal yang mendasar dan prinsipil.
Mungkin harkat dan martabat yang bersangkutan taruhannya, misalnya dari pada dia ikut-ikutan terseret dalam kasus “Dugaan Korupsi Rekonstruksi Jalan Pangaseang-Sitamiang Senilai Rp. 6,1 Miliar”, lebih baik mengundurkan diri aja lah.
Tetapi kalau ancaman itu di luar hukum, misalnya dari pemilik kekuatan “politik” dan “uang”, itu sangat kita sayangkan, sebab menurut hemat kita pembangunan daerah dan masyarakat seharusnya lebih diutamakan daripada kepentingan atau dendam politik yang lain, sebab adalah sulit kalau sesama putra Samosir tidak mampu dan mau bergandengan tangan untuk membangun bonapasogit nya sendiri.
Apakah ada kaitan pengunduran diri Kadis PUTR Viktor Roijan Pasaribu dengan berita “Kejari Samosir Naikkan Status Dugaan Korupsi Rekonstruksi Jalan Pangaseang-Sitamiang Senilai Rp. 6,1 Miliar ke Tahap Penyidikan”, mudah-mudahan tidak ada yah.
Oleh karenanya, semakin cepat diproses kasus dugaan korupsi tersebut, akan semakin baik dan stabil bagi penyelenggaraan pemerintahan di Samosir untuk kemakmuran rakyat kedepannya.***
( Penulis adalah wartawan senior dan advokat berdomisili di Jakarta )