Eks Kepala Dinas (Kadis) Bina Marga dan Bina Konstruksi (BMBK) Provinsi Sumut, Muhammad Armand Effendy Pohan (56) divonis bebas dari segala tuntutan pidana. |
MEDAN, GREENBERITA.com -- Eks Kepala Dinas (Kadis) Bina Marga dan Bina Konstruksi (BMBK) Provinsi Sumut, Muhammad Armand Effendy Pohan (56) divonis bebas dari segala tuntutan pidana. Namun, vonis tersebut diwarnai dengan satu dissenting opinion (perbedaan pendapat) dari hakim anggota Ibnu Kholik SH MH.
Dalam putusan yang dibacakan dalam persidangan yang digelar secara virtual di ruang Cakra 2 Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin, (21/02/2022), hakim Ibnu Kholik menyatakan bahwa Effendy Pohan terbukti melakukan korupsi pemeliharaan jalan di Kabupaten Langkat, yang bersumber dari APBD Tahun 2020 sebesar Rp 2.499.769.520.
Sebab, hakim Ibnu Kholik berkeyakinan bahwa terdakwa Effendy Pohan terbukti ada menerima aliran dana sebesar Rp1.070.000.000.
Maka dari hal itu, Ibnu Kholik menyatakan terdakwa bersalah melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana Jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana sebagaimana dakwaan subsidair Jaksa Penuntut Umum.
Namun, dua majelis hakim lainnya yakni Jarihat Simarmata selaku Ketua majelis hakim dalam perkara tersebut dan hakim anggota Syafril Batubara menyatakan terdakwa Effendy Pohan tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan primair dan subsidair Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Langkat Mohammad Junio Ramandre.
"Menyatakan bahwa terdakwa Muhammad Effendy Pohan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam Dakwaan Primair dan dakwaan Subsider Penuntut Umum,” kata Hakim Ketua Jarihat Simarmata.
Selain itu, dalam amar putusannya majelis hakim juga memerintahkan agar terdakwa yang ditahan di Rutan agar segera dibebaskan dan memulihkan kedudukan, harkat dan martabat terdakwa.
Menanggapi putusan bebas tersebut, Kasi Intelijen Kejari Langkat Boy Amali ketika dikonfirmasi, menyatakan tim JPU Kejari Langkat melakukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung.
"Kita Kasasi bang. Sebab, putusan majelis hakim berbeda dengan tuntutan JPU yang sebelumnya menuntut terdakwa Effendy Pohan dengan pidana penjara selama 4 tahun 6 bulan dan denda Rp100 juta subsidair selama 3 bulan penjara," katanya.
Selain itu, sambung Boy, terdakwa Effendy Pohan juga dibebankan membayar uang pengganti (UP) kerugian negara sebesar Rp 1.070.000.000, dengan ketentuan dalam satu bulan setelah putusan terdakwa tidak mampu membayar uang pengganti, maka harta bendanya disita dan dilelang untuk negara.
"Apabila tidak mencukupi, maka diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun 3 bulan," ujar Boy Amali.
Mengutip surat dakwaan JPU mengatakan kasus bermula saat terdakwa Effendy Pohan menyetujui pelaksanaan kegiatan rehabilitasi/pemeliharaan rutin jalan di Kabupaten Langkat tanpa ada perencanaan dan menyetujui pekerjaan yang tidak sesuai dengan DPA-SKPD.
"Memerintahkan pembayaran tanpa melakukan pengujian dan penelitian kebenaran materiil terhadap Surat Pertanggungjawaban (SPJ), melakukan pengeluaran atas beban anggaran daerah untuk tujuan lain dari yang telah ditetapkan dalam APBD dan melakukan pengeluaran atas belanja beban APBD tanpa didukung dengan bukti yang lengkap dan sah," kata JPU Mohammad Junio Ramandre.
Lebih lanjut dikatakan JPU, terdakwa juga tidak melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran SKPD yang dipimpinnya, menerima sesuatu yang bukan haknya yang patut diketahui Amatau diduganya berkaitan dengan pengadaan barang/jasa.
Kemudian, melakukan pengelolaan keuangan daerah yang tidak taat pada peraturan perundang-undangan serta tidak memperhatikan rasa keadilan menunjuk PPTK dalam kegiatan rehabilitasi/pemeliharaan Jalan Provinsi di Kabupaten Langkat tidak sesuai dengan kompetensi jabatan.
"Dalam laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara atas dugaan tindak pidana korupsi pada kegiatan rehabilitasi/pemeliharaan rutin yang dilakukan terdakwa senilai Rp 1.070.000.000," pungkasnya.
(GB--RAF)