Karyawan Indopos melakukan pencatatan perselisihan hubungan industrial |
GREENBERITA.com - Serikat Pekerja Indopos (SP-IP) yang beranggotakan sebanyak 35 karyawan koran Harian Indopos secara resmi melakukan pencatatan perselisihan hubungan industrial sebagai dampak penutupan operasional perusahaan sejak 4 Januari 2021.
Sebelum melakukan pencatatan, karyawan indopos didampingi pengacara LBH Pers Ahmad Fathanah Haris, SH dan Mustafa, SH, melakukan audiensi dengan Laila Arlini, S.sos, M.Si, Kepala Seksi Hubungan Industrial & Kesejahteraan Pekerja Dinas Tenaga Kerja Provinsi DKI Jakarta. Pencatatan dilakukan ke Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi DKI Jakarta itu didampingi pengacara publik dari LBH Pers sebagai kuasa hukum pekerja media harian nasional yang terbit sejak 2003 tersebut.
Salah satu alasan pencatatan, karena sejak terhentinya operasional koran harian yang berkantor di Jalan Raya Kebayoran Baru No.72, Jakarta Barat, itu status 35 karyawan yang rata-rata bekerja belasan tahun belum jelas. Sebab meski upah mereka sudah tidak dibayarkan sejak Januari, perusahaan belum mengeluarkan surat pemutusan hubungan kerja tertulis secara resmi.
”Status kami sebagai karyawan tidak jelas sampai sekarang. Kami semua ada 35 karyawan tetap yang terdiri dari awak redaksi yang merupakan jurnalis dan layout, serta staf pemasaran koran Indopos. Ini karena surat PHK (pemutusan hubungan kerja, Red) tidak kunjung diberikan oleh Direktur Indopos yang berinisial RD. Di lain pihak operasional perusahaan dihentikan sepihak, sehingga kami tidak diberikan pekerjaan,” terang juru bicara karyawan yang juga Sekjen SP-IP Sicillia di Jakarta, Selasa (16/2/2021).
Menurut Sicillia, selain ketidakjelasan status karyawan tersebut, anggota SP-IP juga mencatatkan perselisihan hubungan industrial karena adanya fakta pengupahan di bawah UMP.
Sebelum dilakukan pencatatan, perselisihan ketenagakerjaan tersebut diawali proses Bipartit antara Karyawan dengan pihak perusahaan namun tidak mencapai kesepatan. ”Adapun yang kami laporkan kepada Disnaker Provinsi DKI Jakarta, pertama masalah upah karyawan Indopos yang sudah bertahun-tahun di bawah UMP DKI Jakarta, dan kejelasan status 35 karyawan Indopos yang jadi klien kami,” terang kuasa hukum pekerja Indopos dari LBH Pers Ahmad Fathanah Haris, SH kepada sejumlah wartawan di kantor Disnaker DKI Jakarta, kawasan Gambir, Jakarta Pusat.
Ia juga mengatakan seharusnya bila perusahaan sudah tutup operasional maka perusahaan harus memberi kejelasan status bagi karyawan dan memberikan hak-hak sebagaimana diatur dalam UU Ketenagakerjaan. ”Misalkan perusahaan tutup operasional seharusnya dibayarkan hak-hak karyawan. Seperti pesangon dan kewajiban perusahaan lainnya,” ucap Ahmad juga.
Untuk diketahui, penghentian operasional PT Indopos Intermedia Press yang menerbitkan koran Harian Indopos diketahui dari pengumuman Direktur Indopos RD melalui WhatsApp Group (WAG) Keluarga Besar Indopos yang membernya seluruh pegawai Indopos pada Senin 4 Januari 2021.
Setelah itu, pegawai Indopos yang bernaung di bawah Serikat Pekerja Indopos melakukan Bipartit sebanyak tiga kali. Tapi dari tiga kali pertemuan itu hanya satu kali Direktur PT Indopos Intermedia Press RD menemui seluruh karyawan, yakni pada Bipartit II.
Setelah itu, RD tidak mau lagi bertemu dengan karyawan Indopos terkait penyelesaian hak-hak karyawan.
”Saudara RD awalnya menawarkan pesangon satu bulan gaji yang sudah dipotong sekitar 50 persen. Namun dalam pertemuan Bipartit II, RD berjanji akan membicarakan lagi masalah pesangon dengan Komisaris Utama PT Indopos Intermedia Press. Tapi sampai sekarang tidak ada kejelasan status kami dan hak-hak kami. Dia seperti mempermainkan nasib 35 karyawan dan keluarganya,” ungkap Sicillia.
Karena tiga kali pertemuan Bipartit tidak membuahkan hasil, maka kasus sengketa ketenagakerjaan ini dilaporkan kepada Disnaker DKI Jakarta dengan tujuan agar dilakukan pertemuan Tripatit dengan memanggil pimpinan perusahaan tersebut.
(gb-rizal/rel)