Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian.(Foto: Puspen Kemendagri) |
Menurut Tito, bansos cukup ditulis bantuan dari pemerintah daerah atau pemerintah pusat, dan tidak ditambahkan dengan nama kepala daerahnya.
"Saya berpendapat bansos tetap dilaksanakan oleh Pemda, tetapi tidak menggunakan identitas diri, nama, foto, dan lain-lain. Jadi misalnya, bansos dari pemerintah kabupaten A, bukan nama bupatinya atau gambarnya,” kata Tito usai rapat dengan komisi pemilihan umum (KPU) di Gedung KPU, Jakarta Pusat, Kamis (30/7/2020).
Tito Karnavian berpandangan, bansos tidak boleh disetop. Alasannya, bansos dibagikan kepada warga miskin dan warga yang terkena dampak pandemi virus corona atau Covid-19.
Mantan Kapolri ini mengemukakan, jika petahana atau incumbent menggunakan bansos untuk kampanye terselubung, para penantang bisa memanfaatkan kelemahan pembagian bansos. Misalnya pembagian bansos yang tidak merata atau pembagian yang lebih banyak ke pendukung petahana, dan sebagainya.
"Sebetulnya, juga bisa kontestan yang lain atau non-petahana, mencari celah. Ada orang yang nggak nerima, cara pembagiannya nggak merata. Itu menjadi amunisi untuk melakukan negative campaign. Adapun yang nggak boleh kan black campaign. Nah, mengeksploitasi kelemahan lawan, mengekspos kekuatan sendiri tetapi bukan sesuatu yang hoax. Dalam pertarungan, semua kan begitu,” jelas Tito Karnavian, yang dilansir dari Berita Satu (3/8) .
Sementara itu, Ketua KPU, Arief Budiman, menjelaskan, KPU telah mengatur berbagai larangan dalam pembagian bansos. Aturan tersebut diantaranya, tidak boleh ada gambar, stiker dan nama calon dalam bansos. "Itu sudah diatur dalam PKPU kita,” tegas Arief Budiman.
(gb-ars/rel)