Oleh Bachtiar Sitanggang
GREENBERITA.com- Mendengar lagu ciptaan Rinto Harahap ini, "Katakanlah,
katakana sejujurnya ..." yang dilantunkan dengan suara
melengking dan mendayu-dayu oleh Christine Panjaitan, tidak mengenal usia pasti
tertarik untuk menikmatinya sampai selesai atau bahkan kalau perlu diulang.
Selintas lagu itu hanya dikenang sebagai lagu percintaan semata, tetapi di
baliknya ada suatu pesan yang mendalam bahwa kita sebagai umat ciptaaNya, harus
berani mengatakan ya di atas ya dan tidak di atas tidak.
Apakah Rinto Harahap ketika mencipta lagu
tersebut terfokus dalam kaitan cinta saja atau dia sekaligus “berkhotbah”
sebagaimana yang tertulis dalam Injil Mateus 5:37 yang menyebutkan “ Jika
ya, hendaklah kamu katakana: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakana: tidak.
Apa yang lebih daripada itu berasal dari si jahat.”
Mungkinkah secara tak sadar, juga
demikian pers yang memberitakan bahwa, Kepala Kejaksaan Negeri Samosir Budi
Herman SH MH mengatakan tentang penolakan instansi yang
dipimpinnya terhadap pendampingan hukum atas permohonan pendampingan
hukum yang diajukan Pemerintah Kabupaten Samosir atas proses pengadaan bahan
pangan (sembako,red) bantuan social langsung dari Pemerintah Provinsi Sumatera
Utara serta distribusi sembako tersebut? (Green Berita.com Jumat
03 Juli 2020).
Pers yang memberitakan hal-hal seperti ini
apalagi di era Orde Baru, bisa disebut sebagai mengadu domba pejabat
(padugu-duguhon) dengan berbagai risiko baik bagi si wartawan pembuat berita
termasuk perusahaan penerbit bisa urusannya panjang dan bahkan sampai penekanan
pisik dan pisikis.
Di era reformasi ini sudah
jarang terjadi, yang jelas pers di Samosir khususnya
sudah berani berpihak kepada rakyat dengan mengatakan yang ya itu,
ya. Artinya tidak dibayang-bayangi ketakutan akan mendapat tekanan
atau diboikot seperti tidak diundang ke acara resmi instansi yang bersangkutan.
Di era reformasi ini juga masih ada sifat feodalisme bahwa pemimpin tidak boleh
dikritik. Kita lihat apakah pers akan mendapat kritik atau klarifikasi tentang
penolakan Kejari tersebut untuk pendampingan pengadaan sembako.
Tetapi tidak hanya pers yang mengikuti
lirik lagu di atas, “Katakanlah, katakan sejujurnya….”, Kajari Samosir sendiri
menyatakan apa adanya dan bukan ada apanya. Budi Herman menguraikan, penolakan
pendampingan hukum itu.
Mungkin di masa lalu, keikut sertaan
Kejaksaan hanya di atas kertas “pelengkap” saja, sehingga terlupa
waktu proses pengadaan barng seperti keterangan Kajari: “Mana ada anggota saya
ke Medan cuman koordinasi sesudah pendistribusian, harusnya pendampingan hukum
itu adalah ketika pengadaan, pembelian, pencarian barang dan penentuan harga”,
tegas Budi Herman.
Berdasarkan keterangan di atas, bukan
penolakan melainkan tidak diikutkan dari awal, setelah dikerjakan baru diajak
kordinasi, apa yang dikordinasikan tokoh sudah didistribusikan.
Apakah ada kaitan dengan proses penyelidikan
yang dilakukan Kejari Samosir terhadap penyalah gunaan dana tak terduga
penanggulangan bencana non-alam untuk penanganan covid-19 pengadaan 6000 paket
sembako dengan anggaran Rp. 410.000.000,- sehingga Kajari sebagai Wakil Ketua
Gugus Tugas Covid-19 tidak diundang pada pendistribusian bantuan Percepatan
Penanggulangan Covid-19 Provinsi Sumatera Utara di Pangururan Rabu, 1 Juli
lalu, juga tidak jelas.
Bagaimana tanggapan pihak Pemkab Samosir
apakah ada klarifikasi, sebab tidak mungkin Kajari mencabut keterangannya, atau
para “petinggi” duduk bersama meluruskan pemberitaan, dan mudah-mudahan tidak
ada yang menyalahkan pers apalagi menuduhnya “padugu-duguhon” pejabat.
Tentang adanya penyelidikan atas bantuan
penanggulangan covid-19 oleh Kejaksaan seyogyanya dipercepat prosesnya,
terbukti atau tidak, itu perlunya untuk kepastian hukum sekaligus menjaga
kepercayaan masyarakat terhadap aparat pemerintah.
Masyarakat Samosir
berbanggalah memiliki penegak hukum yang arif bijaksana serta pers yang
bebas dan bertanggungjawab, keduanya berprinsip” Katakanlah, katakana
sejujurnya…”, DPRD sebagai pengawas pemerintah dan wakil rakyat serta partai
politik sebagai penyalur aspirasi rakyat harus lebih mampu dan mau dari itu.
Kita tunggu untuk “Samosir Maju”.***
(Penulis adalah wartawan senior dan advokat
berdomisili di Jakarta)