Kasi Pidsus Kejari Samosir, Paul M.Meliala |
Mantan Kepala BPN Hiskia Simarmata ini diperiksa selama kurang lebih 7 jam sebagai saksi oleh jaksa dalam kapasitasnya sewaktu menjabat sebagai Kepala BPN di Kabupaten Samosir periode 2014-2016, serta turut mengeluarkan sertifikat-sertifikat di Hutan APL Tele tersebut.
Hal tersebut dibenarkan oleh Kajari Samosir melalui Kasi Pidana Khusus Paul M. Meliala, SH ketika ditemui greenberita di kantornya Jalan Hadrianus Sinaga.
"Ya, kita baru melakukan pemeriksaan kepada saudara Hiskia Simarmata mantan Kepala BPN Samosir dalam kapasitasnya sebagai saksi yang turut mengeluarkan sertifikat hak milik di APL Hutan Tele," tegas Budi.
Menurutnya, pihaknya bertanya tentang dasar hukum mengeluarkan sertifikat tanah di APL Hutan Tele sementara SK Bupati Tobasa 281 dikeluarkan setelah terbentuknya Undang-Undang pembentukan Kabupaten Samosir.
"Pertama dia mengatakan SK Bupati Tobasa 281 itu sah dan berhak menjadi dasar pengeluaran sertifikat-sertifikat tersebut tapi setelah kita tunjukkan bahwa SK Bupati Tobasa keluar setelah terbentuknya undang-undang pembentukan Kabupaten Samosir dia mengaku SK itu tidak sah dan berhak," jelasnya.
Terkait sejauh mana tugas dan kewenangan Kepala Kantor BPN atas keluarnya sertifikat-sertifikat ketika itu, Hiskia Simarmata mengaku tidak mengecek persyaratan-persyaratannya tapi hanya menandatangani saja.
"Beliau mengaku hanya menandatangani saja setelah diajukan dan mendapat laporan bahwa persyaratan itu lengkap oleh panitia A setelah mereka selesai bersidang," tambahnya.
Hiskia Simarmata juga mengaku tidak pernah bertemu secara langsung dengan tersangka BP dan hanya mengenalnya sebagai Anggota DPRD Samosir ketika itu.
"Saya kenal hanya sepanjang saya mengetahui dia sebagai anggota DPRD Samosir karena pernah ikut rapat dikantor dewan," tambah Paul Meliala menirukan jawapan Hiskia Simarmata.
Ketika ditemui setelah pemeriksaan, Hiskia Simarmata membenarkan dirinya baru saja dilakukan pemeriksaan sebagai saksi kasus korupsi Hutan APL Tele.
"Inti pemeriksaan ketiga dan normatif menyangkut posisi BP yang sudah ditetapkan tersangka, dan ditanya apa kenal sama BP, saya bilang hanya kenal dia sebagai anggota DPRD ketika itu," jelas Hiskia Simarmata.
Hiskia Simarmata yang saat ini menjabat Kepala BPN Jakarta Utara ini mengaku bahwa sertifikat-sertifikat yang dikeluarkan itu adalah sah.
"Kalau dari prosedurnya sah, tapi kalau ditemukan kejanggalan itu terserah penegak hukum," tambahnya.
Dia mengaku pengeluaran sertifikat-sertifikat tersebut berdasarkan SK Bupati Tobasa 281 tanpa melakukan pengecekan tanggal dikeluarkannya SK tersebut dibandingkan tanggal terbentuknya undang-undang pembentukan Kabupaten Samosir.
"Saya terkejut ternyata tanggal keluar SK Bupati Tobasa itu setelah keluarnya undang-undang pembentukan Kabupaten Samosir, saya tidak sampai kesitu (mengeceknya,red), kalau saya tau tidak mungkin saya keluarkan sertifikat," pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan Kejaksaan Negeri Samosir menetapkan tersangka seorang mantan anggota DPRD Samosir periode 2014-2019 dengan inisial BP sebagai tersangka pada Senin, 08 Juni 2020.
BP yang juga mantan Kepala Desa Partungkonaginjang ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus korupsi pengalihan status APL Tele menjadi milik pribadi dalam bentuk SHM (sertifikat hak milik,red) sehingga ditemukan potensi kerugian negara sebesar lebih dari Rp 17,5 Miliar.
Jaksa menetapkan mantan kades Desa Partungko Naginjang itu sebagai tersangka atas dugaan penyalahgunaan wewenang yang saat kejadian masih aktif menjabat sebagai kepala desa. Keterlibatan beberapa oknum lainnya baik oknum pejabat BPN maupun oknum pejabat Pemkab Samosir yang diduga terlibat masih terus didalami Kejari Samosir.
"Kerugian tersebut didasarkan pada nilai NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) di tahun 2003 silam untuk areal pertanian seluas 350 Hektar di APL-Tele di Desa Partungko Naginjang sebelum berganti nama menjadi Desa Hariara Pintu, Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir. Hitungan Rp 17,5 miliar itu masih untuk lahan pertanian, kalau ikut pemukimannya bisa lebih banyak kerugian negaranya," sebut Paul M. Meliala, SH.
Menurutnya, tersangka BP diduga memindahtangankan beberapa bidang tanah di areal APL-Tele kepada orang lain serta meningkatkan hak menjadi SHM (sertifikat hak milik) yang bukan pemohon ijin membuka tanah tanpa ada ijin pejabat berwenang sesuai persyaratan dalam surat keputusan (SK) Bupati Tobasa nomor 281 tahun 2003.
Dalam berita acara pemeriksaan (BAP) diuraikan, tersangka BP yang selama 20 tahun aktif sebagai Kades Partungko Naginjang (1987-2007), menyebut banyak masyarakatnya saat itu menggarap tanah di APL tersebut. Kemudian masyarakat melalui BP selaku Kades aktif mengajukan permohonan ijin membuka tanah kepada Pemkab Taput (sebelum dimekarkan menjadi Kabupaten Tobasa) namun tak kunjung diproses hingga pemekaran Kabupaten Tobasa terjadi.
Kemudian oleh Pemkab Tobasa, pada tanggal 26 Desember 2003, Bupati Tobasa yang kemudian menerbitkan SK 281 tahun 2003 tentang ijin membuka tanah untuk pemukiman dan pertanian pada kawasan APL tanah negara bebas yang terletak di Desa Partungkoan Naginjang, diserahkan langsung oleh Tito Siahaan (saat itu menjabat sebagai Kabag Hukum Pemkab Tobasa) kepada tersangka BP termasuk petikan putusan SK 281 berikut peta bidang tanah.
"Seharusnya ketika itu, BP menyampaikan pengelolaan dan pembagian tanah itu kepada Pemkab Samosir yang sudah terbentuk, jadi pengembangan kasus ini tidak semata pada SK 281, namun didalami pada penguasaan tanah negara termasuk pada kawasan APL Desa Partukko naginjang sampai desa Hariara Pintu seluas 4.500 hektar dengan tujuan menyelamatkan tanah negara, agar tidak menjadi objek jual beli oleh oknum tidak bertanggung jawab," pungkas Paul M.Meliala.
(gb-ambros04)