Pdt. DR. Robin Butar-butar |
“PengorbananYesus yang Menyelamatkan”
(Mat. 27: 45-56)
Damai
Sejahtera Allah yang melampauisegalaakal dan pikirankiranyamenyertaihati
dan pikiransaudara-saudarakusekalian, di dalamKristus Jesus Tuhankita, Amin.
Saudara-saudarakuseiman di seluruh tanah
air, pada tahun ini, kita merayakan Hari KematianYesus Kristus di tengah-tengah
pandemi global yang disebut dengan Covid-19. Situasi masih belum menentu.
Vaksin untuk virus ini pun belum ditemukan. Sudah puluhan ribu orang meninggal
di seluruh dunia. Mungkin, ada dari antara yang meninggal itu adalah sahabat kita,
saudara kita, atau bahkan kekasih hati kita sendiri. Hati kita remuk. Namun, banyak
pula pula dari antara mereka yang terinfeksi virus itu berhasil sembuh. Ini tentu
saja pantas untu kita syukuri. Oleh sebab itu, di dalam iman yang teguh kita berharap
keadaan akan segera membaik dan hati kita terhibur.
Khotbah kita pada hari ini didasarkan
pada Matius 27: 45-56, teks yang menarasikan penderitaanYesus yang sangat tragis
di kayu salib. Yesus sampai menjerit dengan suara besar (Yunani: phone
megale) karena merasa ditinggal oleh Bapa-Nya. Diaberkata: “Allah-Ku,
Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Selain itu, lewat teks ini kita juga
dapat menyaksikan tindakan keji seseorang yang member Yesus minum bunga karang
yang sudah dicelupkan ke dalam anggur asam, ditambah dengan olok-olok dengan bertanya
apakah Elia akan datang untuk menurunkan-Nya dari salib. Namun, saudara-saudara,
di samping penderitaan itu, dalam teks ini disebutkan juga tujuh peristiwa lain
yang mengiringi kematianYesus, yang menari kuntuk kita perhatikan lebih jauh.
Apakah ketujuh peristiwa itu? Pertama,
gempabumi. Kedua, bukit-bukit batu terbelah. Ketiga,
kuburan-kuburan terbuka. Keempat,banyak orang kudus yang telah meninggal
bangkit. Kelima, mereka yang telah bangkit itu disebut masuk kekota
kudus, yaitu Yerusalem, dan menampakkan diri kepada banyak orang. Lebih lagi, keenam,
dengan sedikit lebih variatif dibanding catatan injil Markus, terjadinya gempa
bumi itulah yang menyebabkan kepala Pasukan dan prajurit-prajurit Romawi dalam
rasa sangat takut mempersaksikan: “Sungguh,
Iainiadalah Anak Allah.” Dan, ketujuh, yang tak kalah penting,
dicatat bahwa kejadian-kejadian itu disaksikan dari jauh oleh tiga perempuan
murid Yesus yang setia mengikuti Yesus dari Galilea, yaitu: Maria Magdalena,
Maria Ibu Yakobus dan Yusuf, dan ibu dari anak-anak Zebedeus. Artinya, kematian
Yesus dan keenam peristiwa di atas adalah nyata, ada saksinya. Peristiwa salib bukan
hoax.
Apa yang hendak disampaikan khotbah ini kepada kita di tengah pandemi
virus ini? Mengapa pada saat-saat kita memeringati kematian Yesus di rumah kita
pada musim wabah ini kita disuguhi oleh kisah kematian Yesus yang tidak saja menyajikan
kematian tragis dari Yesus, tetapi juga yang justru mencatat bahwa peristiwa kematian
Yesus di salib itu, dan kebangkitan-Nya nanti, telah menyebabkan orang-orang
kudus bangkit dari kubur mereka dan malah menampakkan diri pada banyak orang di
sana? Apakah ini hendak berkata kepada kita bahwa, seperti tema khotbah kita,
pengorbanan Yesus itu bukan hanya mampu menyelamatkan
kita dari dosa-dosa kita, melainkan memiliki kuasa membangkitkan orang-orang
yang telah terkubur sekali pun, orang-orang yang telah dikuduskan-Nya, dan yang
untuk dan atas nama-Nya meninggal, termasuk akibat Covid-19, termasuk mereka
yang kehilangan nyawa karena berkorban untuk menyelamatkan para korban virus
ini dari kematian, sehingga kisah itu menghibur kita dalam saat-saat duka ini,
menghibur kita semua yang tengah menangis? Satu hal yang pasti, Yesus ingin kita
hidup. Hidup dalam damai sejahtera.
Oleh sebabitu, saudara-saudara sekalian,
kita bisa juga memaknai khotbah ini dengan melihat penderitaan kita karena
Covid-19, dan kematian sesame kita korban Covid 19, sebagai pemicu dan pemacu untuk
menghargai kehidupan dan terus memperjuangkannya. Berapa pun jumlah korban saat
ini, itu sudah terlalu banyak. Kita tidak ingin ada korban jiwa lagi. Kita juga
tidak boleh pasrah tanpa melakukan apa pun. Kematian Yesus di kayu salib dan
kematian para sahabatkitakarena Covid-19 kiranyamembangkitkansemangatkitauntukmemperjuangkankehidupankita,
kehidupansesamakita, lewatusaha-usaha serius menghentikan penyebaran virus
Covid-19, mengobati yang terjangkit, menolak menulari yang lain tanpa sengaja dengan
tidak berkumpul-kumpul, rajin mencuci tangan dengan sabun, dan seterusnya, termasuk
dengan mengikuti sepenuhnya anjuran pemerintah.
Kita juga berharap Perpu No 1/2020 dan Peraturan Menteri Kesehatan No
9/2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam rangka percepatan
Penanganan Covid 19 dapat berhasil.
Ia berkorban di kayu salib untuk keselamata
kita. Kematian-Nya itu sendiri membangkitkan harapan bagi kita bahwa kita tidak
dibiarkan begitu saja dalam menghentikan penyebaran Covid-19. Ia bersama kita. Kuasa kematian-Nya itu melindungi para tenaga
kesehatan yang berjuang menyelamatkan korban-korban terinfeksi, bersama dengan disiplin
tinggi kita menjaga jarak fisik sosial, dan memberkati usaha-usaha kita menolong
sesama yang berkekurangan akibat kesetiaan kita menjaga jarak fisik sosial ini.
Dia yang adalah sumber pengetahuan juga akan menyertai
para peneliti dan ilmuwan untuk sesegeramungkin menemukan vaksin penakluk virus
ini. Biarlah hati kita terus memercayai kuasa kematian Yesus yang menyelamatkan
kita, yang dahulu telah menyebabkan orang-orang yang sudah lama berada di kubur
bangkit dan menampakkan diri kepada orang-orang banyak. Kuasa kematian Yesus itu
kini juga bersama kita mengalahkan penyebaran virus Covid-19 ini. Percayalah,
Dia tidak pernah meninggalkan kita. Dia menyertai kita senantiasa. Mari
bersemangat mengalahkan Covid-19 bersama Tuhan Yesus. Di dalam iman yang teguh kita
telah dan akan selalu mempersaksikan: “Sungguh,
Iainiadalah Anak Allah.” Amin.
Salam,
Pdt. DR. Robin Butar-butar.
Ketua KRP HKBP.