Ramli Simanjuntak |
MEDAN, GREENBERITA.com – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai, tender pengadaan barang dan jasa di Pemerintahan Kabupaten/Kota di Sumut yang tidak transparan atau terjadi persekongkolan, sangat terindikasi dan diduga bisa mengarah tindak pidana korupsi.
Untuk mencegah dan memberantas persengkongkolan, tersebut, KPPU melakukan upaya advokasi hingga melakukan kerja sama dengan Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi. Hal ini dilakukan agar lelang tender bisa terlaksanakan sesuai prosedur dan baik.
“Saya berharap, dengan pertemuan bersama Pak Gubernur Sumut dan melakukan MoU, berkomitmen dan hal ini terus berjalan dengan kepada para Bupati dan Wali Kota yang ada di Sumut untuk melakukan pencegah,” ungkap Kepala Kantor Wilayah I KPPU Ramli Simanjuntak saat dikonfirmasi Sumut Pos, Minggu (15/9).
Dilansir dari sumutpos.co, Ramli mengungkapkan, persekongkolan tender tersebut sangat mengarah dengan balas budi terhadap kepala daerah. Dengan itu, sejumlah proyek di lingkungan Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) sudah akan diketahui siapa pemenang lelang tendernya. “Contohnya saya mendukung calon ini, dengan cara-cara itu, nanti terpilih saya minta proyek,” tegas Ramli.
Melihat persengkongkolan yang masih marak di Sumut, Ramli terus mengimbau kepada Kepala Daerah untuk melakukan mencegahan dan pemberantasan. Karena, akan merugikan negara dengan frekuensi tender yang tidak maksimal dan berunjung pada tindak pidana korupsi.
“Awalnya seperti itu, siapa pemenang lelang. Bahwa harus ada komitmen dari kepala daerah, harus tidak ada persengkongkolan itu dilakukan dan pasti akan berjalan dengan baik,” jelas Ramli.
Ramli menjelaskan, fungsi KPPU sebagai lembaga yang diberi amanat UU NO. 5/ 1999 untuk penegakan hukum persaingan usaha, pemberi saran dan pertimbangan kepada pemerintah, pengawas merger, serta pengawas kemitraan di Indonesia, tidak serta merta dapat mengemban seorang diri. KPPU memerlukan kerja sama yang erat dari seluruh elemen dalam mewujudkan fungsi ini.
“KPPU akan terus melakukan sosialisasi dan mengajak semua pihak untuk terus memperbaiki tender agar hadir proses yang transparan dan tidak ada diskriminasi,” kata Ramli.
Ramli menilai praktik persekongkolan tender merupakan biang dari inefisiensi pada berbagai kegiatan sektor usaha, terutama untuk penyediaan barang maupun fasilitas publik yang diperlukan masyarakat luas. Hal tersebut bisa saja terjadi tindak pidana korupsi dan berunjung penegak hukum.
“Keberadaan UU No.5/1999 jelas tidak bisa mentolerir lagi praktik-praktik persekongkolan tender dan pelakunya dapat diganjar denda sampai Rp25 miliar.Adanya Undang-Undang No.5/1999 diharapkan mampu mengikis praktek persekongkolan tender,” papar Ramli.
Menurutnya, implementasinya ternyata tidak mudah. Praktik persekongkolan tender sudah merupakan budaya yang menjadi rahasia umum, sehingga sering dianggap sebagai suatu hal yang biasa.
“Pada bulan Agustus 2019 ini, KPPU kembali menghukum 10 perusahaan dan 4 Kelompok Kerja (Pokja) yang dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melanggarpasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dalam persekongkolan tender di Sumatera Utara,” pungkas Ramli.
(rel-Angrosag)