YOGYAKARTA, GREENBERITA.com - Fakultas Universitas Gadjah Mada (UGM) Tim peneliti lintas, melakukan riset mengenai penyebab meninggalnya ratusan penyelenggara Pemilu 2019. Anggota tim ini berasal dari Fisipol, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, Keperawatan (FKKMK), dan Fakultas Psikologi UGM.
Tim melakukan penelitian di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dari 11.781 TPS yang tersebar di seluruh DIY, tim melakukan penelitian di 400 TPS. Dari sekitar 400 petugas KPPS yang meninggal, 12 petugas berasal dari DIY.
Hasil dari riset UGM ini disampaikan dalam konferensi pers di Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Selasa, 25 Juni 2019.
Berikut ini hasil lengkap penelitian UGM: 1. Penyebab kematian petugas KPPS bukan diracun Hasil tim penelitian UGM menunjukkan bahwa petugas KPPS meninggal disebabkan oleh penyebab natural, yakni karena sejumlah penyakit.
Penelitian menunjukkan semua disebabkan oleh problem kardiovaskuler, baik jantung, stroke, maupun gabungan dari jantung dan stroke. Berdasarkan kajian yang dilakukan tim peneliti UGM, tidak ditemukan adanya racun yang menyebabkan meninggalnya KPPS.
"Kami sama sekali tak menemukan indikasi, misalnya diracun atau sebab-sebab lain yang lebih ekstrem," kata koordinator peneliti UGM Abdul Gaffar Karim di KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (25/6/2019).
Dampak beban kerja yang terlalu tinggi dan riwayat penyakit yang diderita KPPS sebelumnya menjadi penyebab atau meningkatkan risiko terjadinya kematian dan sakitnya petugas KPPS.
Tim peneliti juga menemukan adanya kendala terkait bimbingan teknis, logistik, dan kesehatan masing-masing KPPS. Lemahnya manajemen risiko di lapangan yang menyebabkan sakitnya petugas KPPS tidak tertangani dengan baik sehingga menyebabkan kematian.
"Jadi, temuan kami, (KPPS) yang tidak ada penyakit dan misalnya bisa meng-handle tekanan-tekanan dengan baik, itu mereka tidak mengalami peristiwa (kematian dan sakit)," ujarnya.
2. Tim UGM temukan petugas KPPS memiliki multiple morbidity atau pernah mengalami sakit secara berulang.
Tim peneliti UGM menemukan, petugas KPPS memiliki multiple morbidity atau pernah mengalami sakit secara berulang.
"Yang kami temukan sementara adalah bahwa petugas dengan multiple morbidity, yaitu sakit yang lebih dari satu kali, itu lebih rentan untuk mengalami kesakitan dan meninggal pascapemilu," kata Abdul.
Tim peneliti UGM menemukan seluruh petugas KPPS yang sakit memiliki kecenderungan multiple morbidity. Karena itu, tim peneliti UGM merekomendasikan KPU untuk tidak menugaskan petugas KPPS yang memiliki multiple morbidity pada jabatan yang krusial.
Selain itu, KPU juga direkomendasikan untuk membekali petugas KPPS dengan keterampilan manajemen risiko yang baik. Sebab, penelitian membuktikan, petugas yang sakit ataupun meninggal memiliki kelemahan dalam menangani stres yang ditimbulkan akibat beban kerja yang tinggi.
3. Meninggalnya petugas KPPS juga disebabkan faktor psikologis. Hasil penelitian tim UGM menunjukkan, petugas KPPS meninggal disebabkan oleh sejumlah penyakit. Namun, hal itu bukanlah satu-satunya faktor.
Tim peneliti UGM mengungkap, meninggalnya petugas KPPS juga karena faktor psikologis.
"Mereka merasakan, menilai, tuntutan untuk mengerjakan tugas sebagai petugas pemilu di lapangan berat, tinggi," kata peneliti Fakultas Psikologi UGM, Faturcohman.
Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa tuntutan dan keterlibatan petugas KPPS sangat tinggi sehingga menyebabkan kelelahan yang berujung pada sakit atau bahkan kematian. Tuntutan yang tinggi dan keterlibatan membuat secara psikologis juga menimbulkan kelelahan yang dirasakan oleh petugas KPPS.
"Tuntutannya tinggi, keterlibatannya tinggi, sehingga secara psikologis juga muncul kelelahan di atas rata-rata," ujar Faturochman.
4. Tim peneliti UGM menyarankan KPU melibatkan mahasiswa sebagai petugas KPPS. Tim peneliti UGM menyarankan KPU melibatkan mahasiswa sebagai petugas KPPS.
Salah satu yang diusulkan oleh tim peneliti UGM ialah memanfaatkan mekanisme KKN (Kelompok Kerja Nyata (KKN) dan magang.
"Karena yang kami lihat di lapangan, kalau petugas pemilunya itu adalah anak muda, mereka biasanya bekerja lebih efisien dalam waktu lebih singkat," ujar Abdul yang dilansir dari kompas.com.
Pemberdayaan mahasiswa KKN sebagai petugas KPPS bisa dinilai sebagai dukungan sivitas akademika terhadap penyelenggaraan pemilu. Selain itu, dapat memangkas anggaran untuk petugas KPPS.
Namun, perlu mekanisme menggabungkan petugas KPPS baru dan petugas yang sudah berpengalaman. Sebab, anak muda banyak yang belum punya pengalaman terlibat langsung sebagai petugas. KPU disarankan untuk menjajal usulan tersebut di Pilkada 2020. Jika dinilai efektif, mekanisme ini bisa dilaksanakan pada pemilu-pemilu selanjutnya. (rel-marsht)
Tim melakukan penelitian di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dari 11.781 TPS yang tersebar di seluruh DIY, tim melakukan penelitian di 400 TPS. Dari sekitar 400 petugas KPPS yang meninggal, 12 petugas berasal dari DIY.
Hasil dari riset UGM ini disampaikan dalam konferensi pers di Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Selasa, 25 Juni 2019.
Berikut ini hasil lengkap penelitian UGM: 1. Penyebab kematian petugas KPPS bukan diracun Hasil tim penelitian UGM menunjukkan bahwa petugas KPPS meninggal disebabkan oleh penyebab natural, yakni karena sejumlah penyakit.
Penelitian menunjukkan semua disebabkan oleh problem kardiovaskuler, baik jantung, stroke, maupun gabungan dari jantung dan stroke. Berdasarkan kajian yang dilakukan tim peneliti UGM, tidak ditemukan adanya racun yang menyebabkan meninggalnya KPPS.
"Kami sama sekali tak menemukan indikasi, misalnya diracun atau sebab-sebab lain yang lebih ekstrem," kata koordinator peneliti UGM Abdul Gaffar Karim di KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (25/6/2019).
Dampak beban kerja yang terlalu tinggi dan riwayat penyakit yang diderita KPPS sebelumnya menjadi penyebab atau meningkatkan risiko terjadinya kematian dan sakitnya petugas KPPS.
Tim peneliti juga menemukan adanya kendala terkait bimbingan teknis, logistik, dan kesehatan masing-masing KPPS. Lemahnya manajemen risiko di lapangan yang menyebabkan sakitnya petugas KPPS tidak tertangani dengan baik sehingga menyebabkan kematian.
"Jadi, temuan kami, (KPPS) yang tidak ada penyakit dan misalnya bisa meng-handle tekanan-tekanan dengan baik, itu mereka tidak mengalami peristiwa (kematian dan sakit)," ujarnya.
2. Tim UGM temukan petugas KPPS memiliki multiple morbidity atau pernah mengalami sakit secara berulang.
Tim peneliti UGM menemukan, petugas KPPS memiliki multiple morbidity atau pernah mengalami sakit secara berulang.
"Yang kami temukan sementara adalah bahwa petugas dengan multiple morbidity, yaitu sakit yang lebih dari satu kali, itu lebih rentan untuk mengalami kesakitan dan meninggal pascapemilu," kata Abdul.
Tim peneliti UGM menemukan seluruh petugas KPPS yang sakit memiliki kecenderungan multiple morbidity. Karena itu, tim peneliti UGM merekomendasikan KPU untuk tidak menugaskan petugas KPPS yang memiliki multiple morbidity pada jabatan yang krusial.
Selain itu, KPU juga direkomendasikan untuk membekali petugas KPPS dengan keterampilan manajemen risiko yang baik. Sebab, penelitian membuktikan, petugas yang sakit ataupun meninggal memiliki kelemahan dalam menangani stres yang ditimbulkan akibat beban kerja yang tinggi.
3. Meninggalnya petugas KPPS juga disebabkan faktor psikologis. Hasil penelitian tim UGM menunjukkan, petugas KPPS meninggal disebabkan oleh sejumlah penyakit. Namun, hal itu bukanlah satu-satunya faktor.
Tim peneliti UGM mengungkap, meninggalnya petugas KPPS juga karena faktor psikologis.
"Mereka merasakan, menilai, tuntutan untuk mengerjakan tugas sebagai petugas pemilu di lapangan berat, tinggi," kata peneliti Fakultas Psikologi UGM, Faturcohman.
Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa tuntutan dan keterlibatan petugas KPPS sangat tinggi sehingga menyebabkan kelelahan yang berujung pada sakit atau bahkan kematian. Tuntutan yang tinggi dan keterlibatan membuat secara psikologis juga menimbulkan kelelahan yang dirasakan oleh petugas KPPS.
"Tuntutannya tinggi, keterlibatannya tinggi, sehingga secara psikologis juga muncul kelelahan di atas rata-rata," ujar Faturochman.
4. Tim peneliti UGM menyarankan KPU melibatkan mahasiswa sebagai petugas KPPS. Tim peneliti UGM menyarankan KPU melibatkan mahasiswa sebagai petugas KPPS.
Salah satu yang diusulkan oleh tim peneliti UGM ialah memanfaatkan mekanisme KKN (Kelompok Kerja Nyata (KKN) dan magang.
"Karena yang kami lihat di lapangan, kalau petugas pemilunya itu adalah anak muda, mereka biasanya bekerja lebih efisien dalam waktu lebih singkat," ujar Abdul yang dilansir dari kompas.com.
Pemberdayaan mahasiswa KKN sebagai petugas KPPS bisa dinilai sebagai dukungan sivitas akademika terhadap penyelenggaraan pemilu. Selain itu, dapat memangkas anggaran untuk petugas KPPS.
Namun, perlu mekanisme menggabungkan petugas KPPS baru dan petugas yang sudah berpengalaman. Sebab, anak muda banyak yang belum punya pengalaman terlibat langsung sebagai petugas. KPU disarankan untuk menjajal usulan tersebut di Pilkada 2020. Jika dinilai efektif, mekanisme ini bisa dilaksanakan pada pemilu-pemilu selanjutnya. (rel-marsht)