GAKKUM KemenLHK Temukan Penebangan di Hutan Tele, Desa Hariara Pittu, Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir, Jumat, (10/5/2019) |
PANGURURAN,GREENBERITA.com- Banjir bandang telah menerjang dan meluluh lantakan 5 (lima) rumah di Ransang Bosi Desa Buntu Mauli, Kecamatan Sitiotio Kabupaten Samosir Provinsi Sumatera Utara pada Jumat,(3/5/2019)
Akibat Banjir Bandang ini, satu orang ditemukan tewas dan dua jembatan putus di Desa Buntu Mauli, Kecamatan Sitiotio sehingga akses jalan kabupaten disekitar Kecamatan Sitiotio putus dan tidak bisa dilalui. Bahkan sampai Minggu malam, (4/5/2019), aliran listrik putus kelokasi bencana sehingga suasana malam semakin mencekam pasca bencana ditambah hujan deras yang tak kunjung reda.
Banjir Bandang ini adalah kejadian kedua terjadi di Desa Buttu Mauli yang menelan korban jiwa, yang pertama adalah tahun 2010 yang mewaskan satu orang warga dan empat hilang.
Menurut KSPPM, dari investigasi yang dilakukan tim KSPPM dan PSE Keuskupan Agung Medan (KAM), penyebab banjir bandang ini diduga karena kerusakan hutan di hulu, yakni wilayah Hutagalung dan Pollung yang merupakan bagian dari konsesi PT Toba Pulp Lestari.
"Seperti kita ketahui tahun 2010, banjir bandang besar juga sudah melanda desa ini. Selain merusak puluhan hektar lahan pertanian, banjir bandang tersebut juga menghanyutkan satu rumah dan menewaskan lima warga," sebut KSPPM.
Penyebab banjir bandang tersebut, dari hasil investigasi yang dilakukan tim KSPPM dan PSE Keuskupan Agung Medan (KAM) adalah kerusakan hutan di hulu, yakni wilayah Hutagalung dan Pollung. Sebagaimana kita ketahui wilayah tersebut adalah merupakan bagian dari konsesi PT Toba Pulp Lestari," sebut KSPPM seperti dikutip dari halaman facebooknya, Jumat, (3/5/2019).
Penebangan dikawasan Hutan Tele saat ini pun tampaknya terus berlangsug agresif secara masif dan sistematis baik oleh perusahaan berijin (Legal Logging) maupun Illegal Logging (perusahaan tidak berijin).
Temuan terakhir ketika tim dari Balai Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum) KemenLHK pada Jumat, (10/5/2019), menunjukkan situasi terkini di kawasan APL Tele Desa Hariara Pittu, Kecamatan Harian Kabupaten Samosir.
Didapatkan temuan yang sangat memprihatinkan berupa pembukaan jalan dengan melakukan penebangan hutan serta kayu yang telah ditebang dan diduga hendak dibawa ke Sawmill di daerah Siantar, dan mengaku mengantongi ijin penebangan dari Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara Cq. KPH XIII Dolok Sanggul.
"Supir truk itu mengaku sedang mogok didalam tempat penebangan, dan mengaku akan membawa hasil penebangan kayu tersebut ke Siantar sambil menunjukkan surat saksti dari Dinas Kehutanan Sumut Cq. KPH XIII Dolok Sanggul," ujar seorang sumber greenberita.com ketika dikonfirmasi pada Jumat, (10/5/2019).
Ketika hal itu dikonfirmasi greenberita.com pada Selasa, (14/5/2019) kepada Staf Gakkum KemenLH, Sandro Sihotang, membenarkan sedang melakukan investigasi kedaerah kawasan Hutan Tele.
"Benar kita telah turun ke Desa Hariara Pittu yang dipimpin oleh Haluanto Ginting (Kasi Wilayah Balai Penegakan Hukum Wilayah Sumatera Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, red). Ada penebangan kayu disana," ujar Sandro Sihotang.
Ketika ditanyakan apakah ada penangkapan pelaku penebangan hutan disana, Sandro mengaku belum ada namun sedang melakukan pengembangan dan pengumpulan bukti.
"Belum ada penangkapan, namun data-data sudah kita kumpulkan dan kembangkan dan gambar-gambar sudah kita kumpulkan dengan drone, serta dokumen-dokumen serta surat penebangan hutan sudah kita sita untuk dilakukan pengembangan," tegas Sandro Sihotang.
Banjir Bandang ini adalah kejadian kedua terjadi di Desa Buttu Mauli yang menelan korban jiwa, yang pertama adalah tahun 2010 yang mewaskan satu orang warga dan empat hilang.
Menurut KSPPM, dari investigasi yang dilakukan tim KSPPM dan PSE Keuskupan Agung Medan (KAM), penyebab banjir bandang ini diduga karena kerusakan hutan di hulu, yakni wilayah Hutagalung dan Pollung yang merupakan bagian dari konsesi PT Toba Pulp Lestari.
"Seperti kita ketahui tahun 2010, banjir bandang besar juga sudah melanda desa ini. Selain merusak puluhan hektar lahan pertanian, banjir bandang tersebut juga menghanyutkan satu rumah dan menewaskan lima warga," sebut KSPPM.
Penyebab banjir bandang tersebut, dari hasil investigasi yang dilakukan tim KSPPM dan PSE Keuskupan Agung Medan (KAM) adalah kerusakan hutan di hulu, yakni wilayah Hutagalung dan Pollung. Sebagaimana kita ketahui wilayah tersebut adalah merupakan bagian dari konsesi PT Toba Pulp Lestari," sebut KSPPM seperti dikutip dari halaman facebooknya, Jumat, (3/5/2019).
Penebangan dikawasan Hutan Tele saat ini pun tampaknya terus berlangsug agresif secara masif dan sistematis baik oleh perusahaan berijin (Legal Logging) maupun Illegal Logging (perusahaan tidak berijin).
Hutan Yang Selesai Ditebang dan Siap Diangkut |
Didapatkan temuan yang sangat memprihatinkan berupa pembukaan jalan dengan melakukan penebangan hutan serta kayu yang telah ditebang dan diduga hendak dibawa ke Sawmill di daerah Siantar, dan mengaku mengantongi ijin penebangan dari Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara Cq. KPH XIII Dolok Sanggul.
"Supir truk itu mengaku sedang mogok didalam tempat penebangan, dan mengaku akan membawa hasil penebangan kayu tersebut ke Siantar sambil menunjukkan surat saksti dari Dinas Kehutanan Sumut Cq. KPH XIII Dolok Sanggul," ujar seorang sumber greenberita.com ketika dikonfirmasi pada Jumat, (10/5/2019).
Hutan Yang Siap Diangkut Keluar Hutan Tele Samosir |
"Benar kita telah turun ke Desa Hariara Pittu yang dipimpin oleh Haluanto Ginting (Kasi Wilayah Balai Penegakan Hukum Wilayah Sumatera Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, red). Ada penebangan kayu disana," ujar Sandro Sihotang.
Ketika ditanyakan apakah ada penangkapan pelaku penebangan hutan disana, Sandro mengaku belum ada namun sedang melakukan pengembangan dan pengumpulan bukti.
"Belum ada penangkapan, namun data-data sudah kita kumpulkan dan kembangkan dan gambar-gambar sudah kita kumpulkan dengan drone, serta dokumen-dokumen serta surat penebangan hutan sudah kita sita untuk dilakukan pengembangan," tegas Sandro Sihotang.
Hutan Tele Menuju Kepunahan |
Warga khususnya para petani berharap tim dari kemenLHK serius menanggapi serius kondisi ini, dan tidak akan pulang sebelum memastikan pelaku dan aktor intelektual pelaku pengrusakan yang semakin parah ini.
Sementara itu, ketika hal itu dikonfirmasi kepada aktivis yang juga Anggota DPRD Sumatera Utara, Sarma Hutajulu berharap GAKKUM KemenLHK jangan hanya memandang masalah ini dari sisi perijinan saja, tapi melihatnya secara komprehensif terutama dari sisi lingkungan.
"Mari kita semua khususnya aparat hukum jangan melihat masalah hutan Tele hanya dari statusnya APL. Tetapi satu hal semua kayu disana tumbuh alami dan berada dilahan yang menjadi kewenangan pemkab, lalu bolehkah serta serta diperjual-belikan oknum perorangan tanpa seijin pemerintah kabupaten? Lalu siapa yang bertanggungjawab atas pembiaran kerusakan ini? Mari kita melihat dari sisi lingkungannya bahwa ada penebangan hutan yang masif dan sistematis sehingga dikhawatirkan hutan tele punah, karenanya diharapkan penanganannya dilakukan secara komprehensif," ujar Sarma ketika dikonfirmasi greenberita.com pada Selasa, (14/5/2019).
Sementara itu, ketika hal itu dikonfirmasi kepada aktivis yang juga Anggota DPRD Sumatera Utara, Sarma Hutajulu berharap GAKKUM KemenLHK jangan hanya memandang masalah ini dari sisi perijinan saja, tapi melihatnya secara komprehensif terutama dari sisi lingkungan.
"Mari kita semua khususnya aparat hukum jangan melihat masalah hutan Tele hanya dari statusnya APL. Tetapi satu hal semua kayu disana tumbuh alami dan berada dilahan yang menjadi kewenangan pemkab, lalu bolehkah serta serta diperjual-belikan oknum perorangan tanpa seijin pemerintah kabupaten? Lalu siapa yang bertanggungjawab atas pembiaran kerusakan ini? Mari kita melihat dari sisi lingkungannya bahwa ada penebangan hutan yang masif dan sistematis sehingga dikhawatirkan hutan tele punah, karenanya diharapkan penanganannya dilakukan secara komprehensif," ujar Sarma ketika dikonfirmasi greenberita.com pada Selasa, (14/5/2019).
Berlokasi di Sitonggi-tonggi menuju Hutagalung, kayu yang ditebang diolah dan diangkut, walau diduga belum ada ijin lokasi dan ijin usaha |
(green-ft)