Kebun pangan mandiri di Desa Peduli Gambut (DPG), di Sumatera Selatan. |
"Masyarakat desa yang tidak tahu apa-apa, kita intervensi dengan pendekatan bisnis," kata Victoria dalam konferensi internasional "Menghubungkan Perlindungan Sosial dengan Penghidupan Berkelanjutan : Jalan ke Depan bagi Indonesia" di Jakarta, Rabu (15/5/2019).
Menurut dia, jika tidak memiliki pola pikir bisnis, maka masyarakat hanya akan menjual produknya dalam bentuk barang mentah atau komoditas sehingga bisnis tidak bersifat berkelanjutan.
Padahal, saat ini pasar memiliki permintaan yang berbeda, sehingga desa harus mampu menangkap peluang tersebut dengan mengolah komoditas menjadi barang yang bernilai tambah.
Untuk itu pemberdayaan masyarakat juga menjadi perhatian pemerintah. Masyarakat desa harus dibantu dalam hal pengelolaan komoditas termasuk pemenuhan sumber daya.
Dia mengatakan, pihaknya tidak dapat bekerja sendiri untuk mengembangkan usaha di desa, maka diperlukan kerja sama lintas pemangku kepentingan. Misalnya, Kementerian Perindustrian dapat membantu dalam hal teknologi pengelolaan atau produksi untuk masyarakat desa sehingga bisa mengembangkan bisnis menjadi berkelanjutan dan mendapatkan pendapatan yang lebih besar dengan diversifikasi produk.
Dilansir dari imcnews.id,Masyarakat desa dilatih untuk memahami menghasilkan dan mengemas produk sesuai kebutuhan pasar, menyuplai produk, pengembangan potensi desa, komoditas desa unggulan dan melihat peluang pasar.
Oleh karena itu, keterlibatan pebisnis juga penting untuk membantu memberdayakan masyarakat desa melihat apa yang dibutuhkan pasar, bagaimana cara memenuhi serta meningkatkan kualitas dan kuantitas produk mereka sehingga produk di desa dapat bersaing di pasar. (rel-marsht)