GREENBERITA.com-Kejadian di Sibolga diawali dengan penangkapan Abu Hamzah di Sibolga, Sumut, yang merupakan pengembangan dari penangkapan terduga teroris R di Lampung pada Sabtu (8/3). Abu Hamzah ditangkap tim Densus 88 Antiteror pada pukul 14.23 WIB.
Petugas kemudian melakukan penggrebekan di rumah Abu Hamzah.
Pada saat petugas hendak menggerebek ke dalam rumah Abu Hamsah, bom meledak. Seorang polisi dan warga terluka akibat kejadian di Gang Sekuntum, Sibolga, Sumut, ini.
Diketahui bahwa istri dan kemungkinan juga tiga anak Abu Hamsah bertahan di dalam rumah tersebut dan diperkirakan ada bahan peledak.
Pada pukul 02.00 dini hari ini (13/3/2019) diketahui terdengar dua kali ledakan dari dalam rumah tersebut.
Abu Hamsah diidentifikasi berasal dari kelompok JAD yang berafiliasi dengan ISIS. Pengikut kelompok JAD ini tercatat pernah melakukan aksi bom bunuh diri seperti kasus bom tiga gereja di Surabaya.
Salah satu karakteristik aksi teroris dari kelompok yang berafiliasi dengan ISIS adalah tega melibatkan atau mengorbankan perempuan dan anak-anak dalam aksinya, meskipun itu keluarga dari pelaku.
Saat ini diketahui mulai ada perubahan strategi kelompok radikal yang sebelumnya bergerak dalam kelompok, sekarang beradaptasi menjadi unit yang lebih kecil termasuk tingkat keluarga.
Hal ini adalah strategi untui menghindari pelacakan dari aparat. Selain itu gerakan yang diduga cukup kuat adalah radikalisasi melalui media internet untuk menghasilkan pelaku teror tunggal atau lone wolf, yang gerakannya sulit terdeteksi.
Aksi yang dilakukan oleh keluarga atau pelaku tunggal diperkirakan akan terus menjadi bentuk aksi teror ke depan.
ISIS memang menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuannya. Selain sangat kejam, ISIS juga menganggap pihak diluar kelompoknya dapat diperangi.
Kelompok radikal di Indonesia yang sudah menyatakan diri mendukung ISIS seperti MIT di Poso dan JAD, dari berbagai fakta yang ditemukan, keberadaanya menyebar di beberapa daerah di Indonesia.
Keberadaan kelompok radikal yang berafiliasi dengan ISIS ini sangat berbahaya.
Kejadian di Sibolga ini tidak berhubungan dengan dinamika politik yang saat ini sedang terjadi. Aksi tersebut adalah murni dari kelompok radikal yang kapanpun jika sudah menemukan momentum dan ada kesempatan maka mereka akan melakukan aksi teror.
Tindakan pencegahan yang dilakukan oleh Polri terhadap gerakan sel teroris di Lampung dan Sibolga ini tentu sudah mempunyai bukti yang cukup. Jika tidak dilakukan pencegahan maka dampak yang terjadi jika sel tersebut beraksi bisa sangat besar.
Tindakan Polri yang secara tegas menanggulangi terorisme termasuk menangani sel kelompok radikal di Sibolga, yang merupakan kelompok JAD dengan afiliasi kepada ISIS, harus didukung.
Niat kelompok teror yang ingin mengganggu kedaulatan negara Indonesia, dan memaksakan kepentingan ideologinya tidak bisa ditoleransi, terutama jika aksi-aksi tersebut bertujuan untuk menganggu sistem negara yang sudah disepakati.
(Oleh Stanislaus Riyanta, Pengamat Terorisme)
Petugas kemudian melakukan penggrebekan di rumah Abu Hamzah.
Pada saat petugas hendak menggerebek ke dalam rumah Abu Hamsah, bom meledak. Seorang polisi dan warga terluka akibat kejadian di Gang Sekuntum, Sibolga, Sumut, ini.
Diketahui bahwa istri dan kemungkinan juga tiga anak Abu Hamsah bertahan di dalam rumah tersebut dan diperkirakan ada bahan peledak.
Pada pukul 02.00 dini hari ini (13/3/2019) diketahui terdengar dua kali ledakan dari dalam rumah tersebut.
Abu Hamsah diidentifikasi berasal dari kelompok JAD yang berafiliasi dengan ISIS. Pengikut kelompok JAD ini tercatat pernah melakukan aksi bom bunuh diri seperti kasus bom tiga gereja di Surabaya.
Salah satu karakteristik aksi teroris dari kelompok yang berafiliasi dengan ISIS adalah tega melibatkan atau mengorbankan perempuan dan anak-anak dalam aksinya, meskipun itu keluarga dari pelaku.
Saat ini diketahui mulai ada perubahan strategi kelompok radikal yang sebelumnya bergerak dalam kelompok, sekarang beradaptasi menjadi unit yang lebih kecil termasuk tingkat keluarga.
Hal ini adalah strategi untui menghindari pelacakan dari aparat. Selain itu gerakan yang diduga cukup kuat adalah radikalisasi melalui media internet untuk menghasilkan pelaku teror tunggal atau lone wolf, yang gerakannya sulit terdeteksi.
Aksi yang dilakukan oleh keluarga atau pelaku tunggal diperkirakan akan terus menjadi bentuk aksi teror ke depan.
ISIS memang menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuannya. Selain sangat kejam, ISIS juga menganggap pihak diluar kelompoknya dapat diperangi.
Kelompok radikal di Indonesia yang sudah menyatakan diri mendukung ISIS seperti MIT di Poso dan JAD, dari berbagai fakta yang ditemukan, keberadaanya menyebar di beberapa daerah di Indonesia.
Keberadaan kelompok radikal yang berafiliasi dengan ISIS ini sangat berbahaya.
Kejadian di Sibolga ini tidak berhubungan dengan dinamika politik yang saat ini sedang terjadi. Aksi tersebut adalah murni dari kelompok radikal yang kapanpun jika sudah menemukan momentum dan ada kesempatan maka mereka akan melakukan aksi teror.
Tindakan pencegahan yang dilakukan oleh Polri terhadap gerakan sel teroris di Lampung dan Sibolga ini tentu sudah mempunyai bukti yang cukup. Jika tidak dilakukan pencegahan maka dampak yang terjadi jika sel tersebut beraksi bisa sangat besar.
Tindakan Polri yang secara tegas menanggulangi terorisme termasuk menangani sel kelompok radikal di Sibolga, yang merupakan kelompok JAD dengan afiliasi kepada ISIS, harus didukung.
Niat kelompok teror yang ingin mengganggu kedaulatan negara Indonesia, dan memaksakan kepentingan ideologinya tidak bisa ditoleransi, terutama jika aksi-aksi tersebut bertujuan untuk menganggu sistem negara yang sudah disepakati.
(Oleh Stanislaus Riyanta, Pengamat Terorisme)