MEDAN, GREENBERITA.com - Komisi A DPRD Sumut menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Utara, Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, Polda Sumut, Polrestabes Medan, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Dinas Perhubungan Kota Medan, PD.Pasar Kota Medan, Pihak Pengembang Pasar Timah. RDP membahas Pasar Timah berakhir ricuh, Selasa (12/3/2019).
Melansir deteksi.co, sesaat RDP akan dimulai, salah seorang dari peserta RDP Nasib mewakili Pemko Medan mempertanyakan kepada pimpinan sidang dengan mengatakan pertemuan ini apakah merupakan Rapat Kerja atau Rapat Dengar Pendapat, Lalu oleh Sekretaris Komisi A DPRD Sumut kembali bertanya apa bedanya Rapat Kerja dengan RDP sebab dua - duanya dewan memiliki kewenangan.
"Kalau Presiden ambil alih suatu kewenangan bisa tidak," Tanya HM Hanafiah Harap. Kemudian Nasib menjawab bapak bukan Presiden hanya legislatif. Lalu oleh Brilian Mohtar dengan nada tinggi mengatakan tunjukkan kepada saya, peraturan yang mana tidak ada kewenangan DPRD Sumut dalam membahas Pasar Timah.
Masih menurut deteksi.co, diruang Komisi A DPRD Sumut situasi gaduh karena terjadi perbedaan pendapat dengan saling menunjukkan kewenangan, berhenti kegaduhan ketika Nasib minta untuk tidak mengikuti RDP lalu oleh pemimpin sidang mempersilahkan keluar.
Usai keadaan kembali normal, oleh HM. Hanafiah Harahap membuka RDP dengan mengetok palu yang selanjutnya pemimpin sidang menyerahkan kepada Brilian Moktar untuk melanjutkan pembahasan pasar timah.
Adapun tujuan RDP ini yakni untuk menegakan hukum, menurut kami permasalahan di pasar timah belum tersentuh hukum, untuk itu kepada kita semua disini diminta pendapat, jelas Brilian Mohtar.
"Silahkan kerjakan pasar timah selagi tidak melanggar surat Wali Kota Medan, Kajian Amdalnya, Ijin Prinsipnya semua harus lengkap, pihak pengembang sewa 4 meter kepada PJKA bangun 6 m ini kan merupakan pelanggaran,"kata Brilian Moktar.
Ketika menyingung perjanjian kontrak antara pengembang dengan PJKA, didalam kontrak tertulis lebar 4 meter tetapi yang dibangun lebar 6 meter, Disini kembali terjadi kegaduhan yang kedua ketika pihak Pengembang Sumandi Wijaya mendadak minta interupsi, Permasalahan pasar timah sudah skup Nasional, Presiden, KPK RI, Obudsman, Komnas HAM, Kejagung dan Dirkrimsus Polri telah turun melakukan investigasi, Namun hasil yang temukan tidak sesuai yang dilaporkan.
Sepatutnya pembahasan RDP di Komisi A DPRD Sumut jangan di Politisasi, yang terkesannya mencari - cari kesalahan, jikalau itu terjadi maka masyarakat khusus pedagang yang dirugikan, Faktanya kata Sumandi, ada oknum di Pasar Timah tersebut melakukan kutipan yang tidak jelas artinya ada yang mencari - cari keuntungan – keuntungan illegal dengan dalih untuk berperkara.
Spontanitas Sumandi kecewa dan meminta kepada anggota dewan yang mulia itu untuk menunjukkan data bukan opini, sebentar juga anggota dewan sekarang ini mau di demisionerkan maka dari dari perbuatlah untuk rakyat bukan kepentingan.
Saudara bicara tanpa data kata Sumandi, saya serahkan bukti putusan pengadilan mau perijinan lainnya, bicara menegakkan haraus sesuai dengan fakta dan data yang ada.
Semua mekanisme yang ditempuh sudah sesuai prosedur hukum, dengan adanya putusan Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa pedagang bukan pihak yang berkompeten atau yang berkapasitas melakukan gugatan.
Jadi permasalahan disitu, Apakah Esisting Pasar Timah sudah sesuai hukum, Pertanyaan berikutnya apakah mendirikan kios diatas parit (Drainase) diperbolehkan Perda, tanya Sumandi penuh keheranan.
Pemko Medan merevitalisasi Pasar Timah dengan maksud menata kembali, dan hal itu mengacu pada visi misi pemerintahan Jokowi, Kondisi pasar timah sekarang sudah menuju pasar modern, dengan itu pedagang tradisional mampu bersaing dengan pasar modern yang mempunyai modal yang lebih besar.
Untuk itu Sumandi menghimbau, semua surat keputusan yang ditanda tangani Pemko Medan sudah sesuai dengan mekanisme hukum dan konsideran - konsideranya atau pertimbangan - pertimbangan hukum, Untuk itu diharapkan pedagang dengan kesadaran sendiri segera merelokasi ketempat penampung sementara.
Sebenarnya revitalisasi pasar timah merupakan yang pertama di Indonesia, oleh Zhulmi Eldin selaku Plt. Walikota Medan yang pertama pencetus revitalisasi Pasar Timah pada tahun 2013, baru diikuti presiden Jokowi tahun 2015.
Ditambahkan Sumandi, Pihak kepolisian telah mengetahui tentang pasar timah dengan adanya Surat Telegram dari Kapolri Nomor: STR/915/XI/2014, Surat Telegram dari Kapolda Sumut Nomor: STR/515/XI/2015, Surat Telegram dari Kapolda Sumut Nomor: STR/77/VIII/2018.
Sumandi berharap jangan dibenturkan antara rakyat (Pedagang) dengan Pemerintah Kota Medan, Seyogianya anggota dewan menjembatani hal hal yang tidak dipahami oleh pedagang dalam rangka revitalisasi Pasar Timah.
Ketika diminta pendapat Kajati (Mewakili), Kapoldasu (Mewakili) dan Kapolrestabes Medan (Mewakili), jawaban ketiganya kompak, mempelajari terkait permasalahan Pasar Timah. (Red)