Sebastian Hutabarat |
Ketiga giliran tiba, saya kaget diminta ke kantor bersama istri dan putri saya.
Anehnya, teman seperjalanan kami, Thl Toruan, Edward Tigor Siahaan, dan Vera P Hutauruk sepertinya lancar saja keluar tanpa hambatan.
Kami diminta ke kantor Imigrasi dan kasih pasport. Beberapa tampang TKI berderet di kursi antrian. 5 menit kemudian saya dipanggil.
Dengan Bahasa Inggris gaya Balige saya jawab tiap pertanyaan bercampur gaya Tarzan bercampur geram.
Petugas tanya berapa lama di Malaysia?
Saya jawab sebulan.
Ngapain?
Cek Up ke Penang dan jalan jalan ke Thailand hingga ke Cina.
Mana tiketnya??
Belum beli.
Why??
Saya tidak tau berapa hari berobat di Penang.
Tiket ke Thailand?
Belum beli.
Tiket lain?
Sama, belum beli.
Tapi tiket pulang Malaysia Silangit sudah beli.
Berapa bawa uang??
Saya geleng kepala bilang 2000 RM
Apa itu cukup??
Saya bawa ATM
ATM kartu Apa??
Lagi lagi saya geleng kepala keluarkan 2 kartu kredit mandiri, dua kartu debit mandiri dan dua kartu BRI.
Saya mulai melotot seperti mau menerkam pemilik TPL pabrik pemerkosa alam TOBA itu.
Oh iya iya... Ini ada VISA Card dan Master Card kata petugasnya dengan hormat, padahal belum tau dia isi kartunya apa saja.
"Sai na dibaen do (Ada ada saja, red)," kata saya dalam hati sambil bereskan aneka kartu ATM diri.
Sambil menuju pintu keluar saya WA Bang THL Toruan bilang, susah juga punya tampang TKI ini ya..?
Belum tau encik ini, Mr Abdul Rashid, Adrihazim Rashid, Asnida Rashid saja tertarik mau buka frienchise Pizza Andaliman di Kuala Lumpur, dengan pengiriman fresh from oven dari Balige lewat Bandara Silangit.
Pak Manurung mantan Direktur Angkasa Pura saja menawarkan buka Pizza Andaliman di cafenya di Bandara International Silangit.
"Belum tau orang orang ini kawan kawanku di Group ERDT sangat banyak yang hebat hebat.," guman ku dalam hati sambil menghibur diri.
Arrrroaaaaaa
Tambu hamu tuak on parkodeeeee, so hurrrrriiiibbbaaakkkk sude.
Lisssssoiiiiiiiiii.!!
---------@@@-
Selepas dari Kuala Lumpur, kami pun melanjutkan perjalanan ke Penang dengan Bus.
Dalam perjalanan sekitar 3,5 Jam naik Bus dari Kuala Lumpur ke Penang, tentu membutuhkan beberapa kali istirahat untuk buang air.
Tiba tiba, ketika bus yang kami tumpangi mau berangkat, seorang penumpang berteriak teriak dalam Bahasa Indonesia.
Adoh...
Tas saya tinggal tas saya tinggal
"Dimana? Tanya istrinya.
"Di toilet tadi, di toilet tadi," ujarnya resah.
"Ayo larilah, kejar kesana," ujar istrinya.
Bapak bernama Hengki asal Jakarta itupun berlari dengan wajah pucat. Semua barang berharga uang berobat dan pasport ada di dalam.
10 menit kemudian ia berteriak lega,
"Dimana dapatnya ?" tanya penumpang lainnya.
"Oh ada sama Bapak yang jaga toilet, disimpannya baik dan dijaga, " ujarnya lega.
Bapak penjaga toilet tanya saya di kamar mandi nomor berapa tertinggal ??
Setelah tau betul, baru Bapak tua penjaga toilet itu kasih saya balik.
"Hadoh," katanya lega setengah berkeringat.
Dalam hati saya bergumam, "Gimana bila kasus ini terjadi di kampung ku ya?
Apakah respon penjaga toiletnya sama?" tanyaku dalam hati.
Bagaimana dengan sorga bernama TOBA?
Sudahkah kita Ready??
Penulis: Sebastian Hutabarat
(Perjalanan Kuala Lumpur ke Penang Malaysia,10 Jan 2019).