TANJUNGPINANG, GREENBERITA.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Kepulauan Riau menjelaskan pihaknya melindungi penyandang disabilitas sebagai pemilih pada pemilu 2019.
Komisioner KPU Kepri Widiyono Agung Sulistiyo, di Tanjungpinang, Minggu, mengatakan perlindungan hak penyandang disabilitas sebagai pemilih merupakan amanat undang-undang.
Kebijakan ini, menurut dia bukan pertama kali diberlakukan oleh KPU, melainkan sudah sejak tahun 2014.
"KPU RI dan jajarannya menjalankan amanat UU Nomor 7/2017 tentang Pemilihan Umum, UU Nomor 19/2011 tentang Ratifikasi Konvensi PBB mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas, UU Nomor 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas, dan UU No 18/2014 tentang Kesehatan Jiwa," katanya.
Agung membantah orang tidak waras masuk yang berkeliaran di jalan masuk dalam daftar pemilih. Ia menegaskan KPU dan jajarannya hanya mendata warga yang waras.
Pada Pemilu 2014 jumlah penyandang disabilitas yang masuk dalam DPT sebanyak 8.717 orang, sedangkan pada Pemilu 2019 mencapai 54.295 orang.
Merujuk UU Nomor 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas, terdapat empat pengelompokan disabilitas. Ada disabilitas fisik, disabilitas intelektual, disabilitas mental, dan disabilitas sensorik.
Disabilitas intelektual gangguan pada fungsi fikir karena kecerdasan di bawah rata-rata.
Contohnya, lambat belajar, tuna grahita, dan down syndrom.
Sementara disabilitas mental adalah terganggunya fungsi fikir, emosi, dan perilaku. Variannya cukup beragam, ada skizofrenia, bipolar, depresi, anxientas (kecemasan ekstrem), dan gangguan kepribadian. Lima kondisi ini masuk kategori psikososial.
Mereka ini yang kerap disebut orang dengan gangguan jiwa. Istilah gangguan jiwa atau hilang ingatan ini juga sudah muncul dalam Peraturan KPU No 11/2018.
Selain kategori psikososial, ada juga kategori disabilitas perkembangan yang berpengaruh pada kemampuan interaksi sosial. Ini masih masuk jenis disabilitas mental. Contohnya, autis dan hiperaktif.
Masuknya orang dengan gangguan jiwa ke dalam DPT bukan barang baru. Bukan wacana atau isu yang baru muncul jelang pemilu 2019. Sejak 2014 mereka sudah diakomodir.
Dalam putusan MK No 135/PUU-XIII/2015 terkait dengan uji materi UU Pilkada No 8/2015 disebutkan beberapa contohnya. Semua terjadi menjelang pemilu 2014. Misalnya, ada 62 orang yang didaftar masuk DPT di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Marzuki Mandi Kota Bogor dan 41 orang di RSJ Banyuwangi.
Pendataan juga dilakukan di RSJ Bangli, Bali. Bahkan, keluar SE 395/KPU/2014 tanggal 6 Mei 2014 yang menginstruksikan KPU/KIP Kabupaten/Kota untuk membentuk TPS di RSJ dan panti sosial.
"Sesuai mekanisme yakni, memiliki nomor induk kependudukan (NIK) dan nomor kartu keluarga (NKK). Yang jelas, kami tidak mungkin mendata ODGJ yang sedang `berpetualang` di jalan dan emperan.
Targetnya adalah RSJ, panti sosial, dan rumah," ujarnya. seperti dilansir dari kepri.antaranews.com.
Agung mengemukakan Kepri saat ini belum memiliki RSJ sehingga yang bisa dilakukan KPU kabupaten dan kota kembali berkoordinasi dengan dinas sosial dan dinas kesehatan. Sekadar memastikan, siapa tahu ada yang terlewatkan.
"Ada informasi dan berita hoaks bahwa KPU dan jajarannya mendata orang gila sebagai pemilih," ujarnya.
Pada prinsipnya, kata dia semua penyandang disabilitas harus diberi akses yang setara untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik dan publik. Bahkan, tidak boleh ada pembedaan, diskriminasi atau pengecualian terhadap kelompok disabilitas tertentu.
Termasuk hak bagi penyandang disabilitas mental untuk masuk dalam daftar pemilih.
"Apakah orang dengan gangguan jiwa yang masuk DPT ini nanti otomatis bisa menggunakan hak pilihnya di hari pemungutan suara 17 April 2019, Ya kita lihat nanti. Kalau menurut dokter yang menangani, warga bersangkutan dalam kondisi prima dan sehat mentalnya, silakan datang ke TPS dan mencoblos. Bila sebaliknya, mungkin beliau lebih baik beristirahat dan menenangkan pikiran di rumah saja," katanya.
(rel-marsht)