Pernikahan Kudus Monica Oktafriyuni br. Padang dengan Dedi Handani Simbolon di Gereja HKBP Limbong, Sianjur Mula, Samosir pada Jumat, (30/11/2018). |
GREENBERITA.com
(Oleh Fernando Sitanggang)
”Suatu pesta pernikahan berlangsung di Kana . . Yesus dan murid-muridnya juga diundang ke pesta pernikahan itu.”—YOHANES 2:1, 2.
Suatu ketika, YESUS, ibunya serta beberapa muridnya diundang pada sebuah pernikahan di Kana. Yesus pun sangat berkeinginan untuk hadir karena DIA tahu bahwa pernikahan yang terhormat di antara umat Allah dapat mendatangkan sukacita.
Yesus Kristus bahkan membuat sebuah pernikahan menjadi istimewa dengan melakukan mukjizat pertamanya yang dicatat, sehingga menambah kemeriahan acara itu. (Yohanes 2:1-11)
Saudara mungkin pernah menghadiri dan menikmati pernikahan dua orang Kristen yang ingin melayani Yehuwa sebagai pasangan yang bahagia.
Atau, Saudara sendiri mungkin akan menikah atau membantu seorang sahabat menyukseskan pernikahannya.
Umat Kristen telah mendapati bahwa nasihat dalam Firman Allah yang terilham sangat bermanfaat sewaktu seorang pria dan wanita berencana untuk menikah.
(2 Timotius 3:16, 17)
Memang, Alkitab tidak menggariskan prosedur pernikahan Kristen secara terperinci. Hal ini dapat dimaklumi mengingat kebiasaan dan bahkan persyaratan hukum sangat beragam bergantung pada lokasi dan masanya.
Misalnya, di Israel kuno, tidak ada upacara pernikahan yang formal. Pada hari pernikahan, mempelai pria membawa mempelai wanita ke rumahnya atau rumah ayahnya. (Kejadian 24:67; Yesaya 61:10; Matius 1:24)
Tindakan di hadapan umum ini menunjukkan bahwa pasangan tersebut telah menikah, tanpa upacara formal seperti halnya banyak pernikahan dewasa ini.
Orang Israel mengakui bahwa tindakan itu mengesahkan perkawinan. Setelah itu, mereka boleh jadi mengadakan pesta untuk merayakannya, seperti yang disebutkan di Yohanes 2:1.
Banyak terjemahan Alkitab mengalihbahasakan ayat itu seperti berikut, ”Ada perkawinan di Kana.” Tetapi, kata dalam bahasa aslinya lebih tepat diterjemahkan sebagai ”pesta pernikahan” atau ”perjamuan kawin”.* (Matius 22:2-10; 25:10; Lukas 14:8)
Catatan itu menunjukkan dengan jelas bahwa Yesus hadir dan turut memeriahkan pesta yang menyertai suatu pernikahan Yahudi.
Namun, pokok kuncinya ialah tata cara pernikahan pada masa itu berbeda dengan apa yang umum dewasa ini.
Seperti dikutip dari wol.jg.org, di banyak negeri dewasa ini, orang Kristen yang ingin menikah harus memenuhi persyaratan hukum tertentu.
Setelah itu, mereka boleh menikah dengan cara apa pun yang berterima di mata hukum.
Itu bisa berupa upacara kecil dan sederhana yang dipimpin oleh seorang hakim, walikota, atau rohaniwan yang ditunjuk oleh Negara.
Ada yang memilih untuk menikah dengan cara itu, barangkali juga meminta beberapa kerabat atau teman Kristen untuk hadir sebagai saksi hukum atau sekadar ikut bersukacita pada acara yang penting ini. (Yeremia 33:11; Yohanes 3:29)
Pada suku Batak, sebuah pernikahan menjadi sebuah hukum adat yang tidak tertulis akan menjadi lebih sah apabila diiringi pesta adat untuk menyatukan dua keluarga tersebut. Namun hakiki pernikahan adalah janji suci dihadapan Tuhan Yesus pada altarNya.
Dari kutipan tersebut diatas, sesungguhnya pernikahan Kristen itu adalah kudus dan terhormat dimata Allah dan juga manusia.
Karena ketika jalinan pernikahan itu dinyatakan, maka sang Laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibu nya untuk bersatu bersama istrinya serta mengasihi sang istri dalam keadaan suka dan duka.
Sebaliknya sang istri harus menghormati dan tunduk kepada suami yang telah dipilihnya menjadi pendamping seumur hidup nya.
Selamat berbahagia bagi para pasangan yang baru saja melangsungkan pernikahan yang kudus dihadapan Tuhan.
Diberkatilah mereka yang menjadikan Tuhan Yesus Kristus sebagai kepala dalam rumah tangganya.
(Sebuah renungan untuk pernikahan Monica Oktafriyuni Br. Padang dan Dedi Handani Simbolon)