Jan Wiserdo Saragih saat serahkan pernyataan sikap ke Panitia Angket DPRD Siantar. |
Namun kesimpulan panitia angket itu tak sampai dibawa dan diputuskan di rapat paripurna DPRD Siantar lantaran tak memenuhi kuorum pada medio Agustus 2018 lalu.
DPRD setempat bahkan sampai mencoba gelar rapat paripurna sampai dua kali, namun tak kunjung kuorum sehingga hasil kerja panitia angket tak dibacakan dan ditetapkan di forum tertinggi DPRD tersebut.
Adapun kesimpulan panitia angket yang sebelumnya sudah bekerja sejak 25 Mei 2018 sampai 25 Juli 2018, yakni bahwa menurut hasil pembahasan panitia angket DPRD Siantar telah ditemukan pelanggaran oleh Hefriansyah terhadap peraturan perundang-undangan.
Di antaranya, pelanggaran Undang-undang Nomor 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, pelanggaran KUH Pidana yaitu Pasal 157 dan Pasal 310 Ayat 2, tidak melaksanakan Undang-undang Nomor 2e tahun 2014 tentang Pemda, tidak melaksanakan Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2016 tentang Tata Cara Pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota.
Menurut Ketua DPP KNPSI, Jan Wiserdo Saragih, bahwa berdasarkan kesimpulan Panitia Angket DPRD Siantar tersebut secara jelas, sah dan meyakinkan telah membuktikan adanya pelanggaran Undang-undang, pelanggaran KUH Pidana dan pelanggaran peraturan presiden.
Untuk itu pihaknya meminta kepada DPRD Siantar untuk memproses kembali tuntutan pemakzulan Hefriansyah sebagai Walikota Siantar dengan pertimbangan antara lain, Hefriansyah bukan menyadari kesalahannya tetapi justru kembali melakukan pelecehan dan penghinaan yang dianggap sebagai penistaan kepada etnis Simalungun.
"Saat ini telah ada bukti, telah ada pendapat para ahli, telah ada studi banding dan telah ada rapat dengar pendapat dengan ahli sehingga akan lebih mudah bagi DPRD Siantar untuk memproses pemakzulan Hefriansyah sebagai Walikota Siantar dengan membentuk panitia angket yang baru," terang Jan Wiserdo. (red)