Sebastian Hutabarat |
GREENBERITA.com - Menulis refleksi Natal sesungguhnya adalah merefleksikan kasih yang sesungguhnya. Saya pun memulainya dengan bertanya kepada teman teman, apa sebenarnya makna Natal bagi mereka?
Jawabannya beragam, tapi hampir semua mempunyai irisan jawaban yang sama, bahwa Natal berarti merayakan hari kelahiran Tuhan Yesus di bumi.
Puluhan tahun lalu, ketika masih anak anak, selain dapat baju baru, mainan baru, Natal bagi saya juga berarti akan dapat makanan enak.
Saya paling senang mengantar aneka kue buatan Ibu dan kakak kakak ke tetangga tetangga kami yang Muslim, yang rata rata punya usaha restoran, karena sekembalinya kami mengantarkan kue Natal, kami akan dapat kembalian rendang, atau makanan enak lainnya.
Bertambah-tambahlah sukacita setiap menjelang Natal itu.
Tamat SMP, saya pindah ke Bandung, dan makna Natal bagi saya sedikit berbeda.
Saya selalu dapat bagian dalam mendekorasi Natal. Membuat aneka pohon dan hiasan boneka salju seperti yang sering saya lihat di Televisi atau kartu hiasan Natal.
Sepulang ke Balige, saya mulai mencoba memadukan hiasan Natal itu dalam nuansa Batak. Hasil foto foto itu kami tempel di karton, lalu kami titip jual di beberapa toko di Balige. Natal yang bernuansa Batak, begitu pemahaman saya kala itu.
Beberapa hari lalu, seorang teman menulis di facebook nya, mengapa kita begitu banyak merayakan Natal?
Perkumpulan Marga, teman sekerja, teman sejawat, dan tiap Gereja dengan berbagai sektor juga melakukan perayaan demi perayaan Natal.
Dan tidak jarang menghabiskan biaya yang cukup besar.
Istri saya dalam ibadah dan diskusi bersama teman teman karyawan beberapa hari lalu mempertanyakan makna Natal itu dengan sangat kritis.
Alangkah menyedihkannya, ketika kita berupaya memaksakan pikiran manusia kita yang sempit, untuk merayakan hari kelahiran Tuhan Yang Maha Kuasa itu.
Akhirnya, cara cara yang kita lakukan untuk merayakannyapun sesuai dengan keinginan hati kita yang sempit, bukan melakukan kehendakNYA.
Betul, bahwa peristiwa Tuhan mengambil rupa menjadi manusia agar kita bisa mengenalNYA secara langsung dan meneladani hidupNYA, menjadi peristiwa yang sangat penting.
Akan tetapi ketika kita belajar memahami peristiwa kelahiranNYA yang tertolak dimana mana sehingga dengan terpaksa harus memilih kandang domba yang bau amis itu sebagai tempat Ia hadir di bumi ciptaanNYA ini, proses IA dicemooh, disesah, bahkan kemudian dihianati oleh salah satu muridNYA untuk kemudian disalibkan tanpa pembuktian kesalahan apapun, selain untuk menanggung dosa, kutuk dan aneka semua kesalahan yang kita lakukan, akankah kita rayakan aneka peristiwa penting ini dengan berbagai pesta dan hiburan?
Tadi malam, ketika terbangun dari tidur, saya membaca aneka berita longsor di beberapa titik di kawasan Toba. Di satu tempat, ada yang bahkan sampai menelan korban jiwa 8 orang.
Di Simanindo Kabupaten Samosir, walau tidak sampai menelan korban jiwa, tapi satu sekolah harus diliburkan dan mereka beramai ramai memperbaiki areal sekolah mereka yang rusak terkena banjir.
Di Ajibata, ada 5 titik banjir yang juga menyebabkan beberapa rumah rusak.
Aneka peristiwa beruntun ini, dan aneka peristiwa naas yang terjadi di Negeri kita belakangan ini, lagi lagi sering menimbulkan tanya, kenapa semua ini Tuhan ijinkan terjadi?
Sebagian orang mungkin dengan ekstrim malah memilih untuk tidak lagi percaya kepada Tuhan.
Jika Tuhan memang ada, kenapa semua penderitaan ini diijinkanNYA?
Pertanyaan itu juga yang sejak kecil berkecamuk di hati saya.
Bahkan termasuk saat rumah tangga yang baru kami bangun terancam bubar ketika itu.
Dimanakah Tuhan ?
Pertanyaan itu, ternyata juga sudah pernah ditanyakan oleh murid murid Yesus.
Tuhan, mengapa ada orang orang yang dilahirkan cacat? Siapakah yang salah? Orangtuanyakah?
Beberapa kali pertanyaan yang sama yang lama menggelisahkan hati itu saya tanya kepada beberapa orang, dan jawaban yang saya terima sangat beragam.
Tapi jawaban yang Yesus sampaikan pada murid muridNYA ketika Ia masih di bumi, dan dicatatkan di Alkitab, menjadi jawaban yang kemudian tidak lagi membuat saya kaget setiap kali mendengar bahkan juga ikut mengalami aneka peristiwa demi peristiwa naas.
Ya, tidak ada yang salah.
Semua peristiwa itu, (cacat bawaan lahir yang dipertanyakan murid muridNYA itu) menjadi alasan agar kita datang kepadaNYA, belajar memahami kehendak dan rencanaNYA yang indah dalam hidup kita.
Tentu saja, proses penerimaan itu tidak mudah.
Akan tetapi, semakin lama kita menggenggam segala aneka ke-AKU-an itu (kelekatan pada ideologi, waham, paham, kepercayaan, Agama, doktrin, ilmu, dan lainnya), maka akan semakin lama dan semakin sulit juga kita memahami kehendakNYA yang indah di hidup kita yang super singkat ini.
Kembali ke topik tulisan ini, jika kita mengakui bahwa Natal adalah peristiwa lahirnya Yesus yang adalah Tuhan turun ke bumi, hal hal apakah yang bisa menjadi kado berharga yang bisa kita berikan kepadaNYA?
Beberapa teman-teman dilingkungan ku tadi menjawab, dengan melakukan kehedakNYA, ada yang bilang dengan merawat bumi ciptaanNYA.
Ternyata hal ini juga ditimpali putri ku, Nada. Putri tertua kami ini menjawab, dengan membuat beberapa lukisan tentang Yesus yang semoga bisa menuntun orang lebih mudah memahami kisah hidupNYA yang singkat selama kita di bumi.
Kado seperti apakah yang akan kita berikan untuk menyenangkan hatiNYA?
Selamat Hari Natal para Sahabat ku yang merayakanNYA.
Oleh: SEBASTIAN HUTABARAT
(Balige, 14 Desember 2018. Penulis adalah entreprneurship yang bersahabat dengan alam)